Simak Ragam Perilaku Menyimpang dalam Teori Sosiologi Ini, Yuk!

Halo Quipperian, bagaimana rencananya mengawali tahun baru 2019? Pasti salah satu daftar wajibnya adalah menambah teman atau luas pergaulan, dong! Luasnya pergaulan selain melatih kemampuan toleransi budaya, namun juga membantu kita dalam membangun jejaring sosial. Tapi tentu saja bila pergaulan tersebut dijalin dengan individu yang tepat.

Nah, untuk mengawali tahun baru 2019 ini Quipper Blog ingin berbagi sebuah pengetahuan tentang cara bergaul yang penting. Penting, karena pengetahuan ini tidak hanya berguna di dalam pergaulan sehari-hari tapi karena juga dibahas di dalam sebuah mata pelajaran dan kerap keluar diujikan di dalam mata pelajaran tersebut. Isunya adalah perilaku menyimpang dan tentu saja mata pelajaran yang selalu membahasnya adalah Sosiologi.

Nah sebelum melangkah lebih luas kita perlu pahami bersama apa yang dimaksud sebagai perilaku menyimpang, ya. Penyimpangan mengacu pada perilaku yang melanggar norma sosial dan biasanya cukup keras untuk menjamin ketidaksetujuan dari mayoritas masyarakat. Penyimpangan bisa bersifat kriminal atau non-pidana.

Dalam perspektif sosiolog fungsionalis, perilaku menyimpang adalah segala sesuatu yang menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat (tidak semuanya harus kriminal). Namun untuk interaksionis (terutama mereka yang tertarik pada teori pelabelan) itu hanyalah perilaku yang kita pilih untuk dikatakan menyimpang.

Bagi sosiolog interaksionis perilaku yang sama mungkin dianggap normal atau menyimpang tergantung pada siapa yang melakukannya, konteks di mana mereka melakukannya dan bagaimana orang memilih untuk menanggapinya. Karena itu, bukan perilaku itu sendiri yang menyimpang: penyimpangan hanyalah label.

Misalnya, “jinx tinggi pelajar” dalam berbagai jenis (misal membawa kerucut lalu lintas pulang) mungkin sepenuhnya merupakan perilaku normal bagi mahasiswa sarjana, tetapi tindakan yang sama yang dilakukan oleh pemuda yang menganggur akan dianggap sebagai perilaku anti-sosial dan karenanya menyimpang.

Hmmm, cukup kaya ya perspektifnya? Nah, karena itu tanpa berpanjang lebar yuk ikuti bersama ulasan Quipper Blog tentang perilaku menyimpang dalam teori Sosiologi.

1. Asosiasi Diferensial

Edwin Sutherland merumuskan asosiasi diferensial terkait bagaimana seseorang belajar penyimpangan. Menurut teori ini, lingkungan memainkan peran utama dalam menentukan norma mana yang dipelajari orang untuk dilanggar. Secara khusus, orang-orang dalam kelompok referensi tertentu memberikan norma-norma kesesuaian dan penyimpangan, dan dengan demikian sangat memengaruhi cara orang lain memandang dunia, termasuk bagaimana mereka bereaksi.

Orang-orang juga belajar norma-norma mereka dari berbagai agen sosialisasi — orang tua, guru, menteri, keluarga, teman, rekan kerja, dan media. Singkatnya, orang belajar perilaku kriminal, seperti perilaku lain dari interaksi mereka dengan orang lain, terutama dalam kelompok intim.

Teori diferensial-asosiasi berlaku untuk banyak jenis perilaku menyimpang. Misalnya, geng remaja menyediakan lingkungan di mana orang muda belajar menjadi penjahat. Geng-geng ini mendefinisikan diri mereka sebagai budaya tandingan dan mengagungkan kekerasan, pembalasan, dan kejahatan sebagai cara untuk mencapai status sosial. Anggota geng belajar untuk menyimpang ketika mereka merangkul dan menyesuaikan diri dengan norma-norma geng mereka.

2. Anomie

Anomie mengacu pada kebingungan yang muncul ketika norma-norma sosial bertentangan atau bahkan tidak ada. Pada 1960-an, Robert Merton menggunakan istilah ini untuk menggambarkan perbedaan antara tujuan yang diterima secara sosial dan ketersediaan sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Merton menekankan, misalnya, bahwa mendapatkan kekayaan adalah tujuan utama orang Amerika, tetapi tidak semua orang Amerika memiliki sarana untuk melakukan ini, terutama anggota kelompok minoritas dan yang kurang beruntung.

Mereka yang tidak mampu menemukan “jalan menuju kekayaan” disebut mengalami anomie, karena hambatan telah menggagalkan pengejaran mereka terhadap tujuan yang disetujui secara sosial. Ketika ini terjadi, individu-individu ini dapat menggunakan perilaku menyimpang untuk mencapai tujuan mereka, membalas terhadap masyarakat, atau hanya “membuat suatu poin.”

Kontribusi utama teori anomie adalah kemampuannya untuk menjelaskan berbagai bentuk penyimpangan. Teori ini juga sosiologis dalam penekanannya pada peran kekuatan sosial dalam menciptakan penyimpangan. Di sisi negatif, teori anomi telah dikritik karena sifatnya yang umum. Kritik mencatat kurangnya teori pernyataan tentang proses pembelajaran penyimpangan, termasuk motivator internal untuk penyimpangan. Seperti teori asosiasi diferensial, teori anomie tidak cocok untuk studi ilmiah yang tepat.

3. Kendali

Menurut teori kendali Walter Reckless, baik kendali dalam maupun luar bekerja melawan kecenderungan yang menyimpang. Orang mungkin ingin — paling tidak beberapa waktu — untuk bertindak dengan cara yang menyimpang, tetapi kebanyakan tidak. Mereka memiliki berbagai pengekangan: kendali internal, seperti hati nurani, nilai-nilai, integritas, moralitas, dan keinginan untuk menjadi “orang baik”; dan kendali luar, seperti polisi, keluarga, teman, dan otoritas agama.

Travis Hirschi mencatat bahwa pengekangan dalam dan luar ini membentuk kendali diri seseorang, yang mencegah tindakan melawan norma sosial. Kunci untuk mengembangkan kendali diri adalah sosialisasi yang baik, terutama di awal masa kanak-kanak. Anak-anak yang tidak memiliki kendali diri ini, kemudian, dapat tumbuh untuk melakukan kejahatan dan perilaku menyimpang lainnya.

4. Labelisasi

Suatu jenis interaksi simbolik, teori pelabelan berkaitan dengan makna yang orang peroleh dari label, simbol, tindakan, dan reaksi satu sama lain. Teori ini menyatakan bahwa perilaku menyimpang hanya ketika masyarakat menyebut mereka sebagai menyimpang. Dengan demikian, menyesuaikan anggota masyarakat, yang menafsirkan perilaku tertentu sebagai menyimpang dan kemudian melampirkan label ini kepada individu, menentukan perbedaan antara penyimpangan dan non-penyimpangan. Teori pelabelan mempertanyakan siapa yang menerapkan label apa kepada siapa, mengapa mereka melakukan ini, dan apa yang terjadi sebagai akibat dari pelabelan ini.

Individu yang kuat dalam masyarakat — politisi, hakim, petugas polisi, dokter, dan sebagainya — biasanya mengenakan label paling signifikan. Orang-orang berlabel dapat termasuk pecandu narkoba, alkoholik, penjahat, kenakalan, pelacur, pelanggar seks, orang terbelakang, dan pasien psikiatris. Konsekuensi dari dicap sebagai menyimpang bisa jauh jangkauannya.

Penelitian sosial menunjukkan bahwa mereka yang memiliki label negatif biasanya memiliki citra diri yang lebih rendah, lebih cenderung menolak diri mereka sendiri, dan bahkan mungkin bertindak lebih menyimpang sebagai akibat dari label tersebut. Sayangnya, orang-orang yang menerima pelabelan orang lain — apakah itu benar atau salah — mengalami kesulitan mengubah pendapat mereka tentang orang berlabel, bahkan dalam terang bukti yang bertentangan.

Nah, Quipperian, demikian ulasan Quipper Blog kali ini tentang pola interaksi sosial untuk mata pelajaran sosiologi. Semoga tak hanya berguna untuk pelajaran, namun juga bagi kamu untuk merancang dan memiliki hubungan sosial yang positif ya! Salam!

Sumber:

Penulis: Jan Wiguna

Contoh Soal HOTS Perilaku Menyimpang dan Cara Menghadapinya

Lainya Untuk Anda

Materi Stoikiometri Rumus, Persamaan dan Contoh Soal

Mengenal Materi Unsur Kebudayaan yang Wajib Kamu Pahami

Norma Sosial Berdasarkan Aspek dalam Masyarakat