Home » Quipper Campus » Campus Life » Sarlito Wirawan Sarwono dan Psikologi Sosial Indonesia

Sarlito Wirawan Sarwono dan Psikologi Sosial Indonesia

Sarlito Wirawan Sarwono dan Psikologi Sosial Indonesia

Sarlito bersama istrinya di ulang tahun perkawinan ke-44 (Sumber:https://www.facebook.com/sarlito.sarwono)

Mungkin Quipperian ada yang cukup familiar dengan beliau. Menjelang akhir hayatnya,  ia banyak disibukkan dengan urusan saksi ahli di pengadilan dan sering muncul di televisi. Beliau adalah Prof. Sarlito Wirawan Sarwono, salah satu guru besar Psikologi UI di bidang psikologi sosial.

Panggilan akrabnya adalah Mas Ito, suatu hal yang lumrah di Psikologi UI untuk memanggil dosen dengan sebutan “Mas” atau “Mbak” sekalipun ada yang sudah berusia lebih dari 70 tahun. Budaya panggilan yang unik ini membuat mahasiswa merasa semakin dekat dengan dosen-dosennya dan para pengajar pun merasa menjadi lebih awet muda.

Begitu juga dengan Mas Ito, yang lahir pada 2 Februari  1944 di kala Indonesia  diduduki Jepang, masih terlihat aktif mengajar dan menjadi pembicara di beberapa tempat meski sempat keluar masuk rumah sakit.

Dari UI untuk UI

Mas Ito mengawali karir akademiknya sejak beliau menginjakkan kaki di Fakultas Psikologi UI pada 1962. Satu hal yang paling menarik di saat beliau menyelesaikan studi sarjananya adalah keterlibatan beliau bersama pendiri psikologi di Indonesia, Prof. Slamet Iman Santoso, dalam pembuatan ujian masuk terpadu UI. Ujian ini nantinya berkembang menjadi UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri), SPMB (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru), hingga menjadi SNMPTN dan SBMPTN yang kita kenal saat ini.

Selepas kelulusannya dari UI, beliau melanjutkan pendidikannya di Edinburgh, Skotlandia.  Program yang diambilnya bukanlah murni psikologi, tetapi lebih condong kepada community development. Ketika kembali lagi ke UI, beliau mengembangkan Psikologi Intervensi Sosial yang merupakan sebuah sintesis dari psikologi dan pemberdayaan masyarakat.

Saat itu, ilmu psikologi sosial masih menjadi ilmu yang sangat baru karena psikologi yang berkembang di Indonesia pascakemerdekaan adalah psikologi klinis yang mengutamakan pendekatan personal. Mas Ito yang akhirnya mengukuhkan psikologi sosial sebagai studi doktoralnya membangun diskusi psikologi dengan pendekatan sosial-masyarakat bersama beberapa punggawa psikologi sosial lainnya.

Kepolisian

Sebelum berkiprah di dunia psikologi sosial, sebenarnya Mas Ito bercita-cita menjadi polisi, tetapi tak berhasil menembus ketatnya seleksi calon polisi. Takdir membawanya berputar kembali ke impian lamanya tersebut. Setelah hampir dua puluh tahun dari waktu penolakan ketika mendaftar menjadi polisi, Mas Ito diminta mengajar Psikologi Sosial di Selapa (Sekolah  Lanjutan Perwira Polri) hingga akhirnya beliau mendirikan program studi Kajian Ilmu Kepolisian di Pascasarjana UI sejak 1996  yang kemudian dihentikan pada tahun 2009. Namun, kajian ilmu ini masih terus belangsung di beberapa kuliah pascasarjana.

Mas Ito beranggapan bahwa dalam perkembangannya banyak yang telah dicapai polisi termasuk mengenai keterbukaan untuk belajar dari kesalahan di masa lampau. Namun, ia juga menyatakan betapa kompleksnya kepolisian di Indonesia di mana pada tahun 2014 tercatat ada sekitar 400.000 personel untuk 240 juta penduduk Indonesia.

Ditambah lagi dengan keragaman budaya Nusantara dengan persoalan berbeda-beda yang harus diakomodasi oleh Polri. Mas Ito juga menekankan pentingnya pengembangan pengetahuan dan kemampuan yang tidak hanya terpusat di Polres, namun juga pengembangan di Polda dengan kekhasan daerah masing-masing. Hingga saat ini, selepas kepergian beliau, ilmu ini terus berkembang baik di UI sendiri maupun di STIK (Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian) di Kebayoran.

Di Balik Layar

Tidak seperti ilmuwan di bidang sains pengetahuan alam atau teknologi yang punya karya berwujud nyata, Mas Ito menorehkan karyanya dalam dunia sosial secara halus dan tidak kasat mata sebagaimana pula para ilmuwan sosial lainnya. Beberapa kontribusi berharganya bagi negeri antara lain upayanya mengubah mindset 46.000 karyawan PT. Telkom untuk menjadi lebih efisien, kompetitif, dan profesional.

Beliau juga aktif mengkaji masalah kompleks perkotaan seperti pelacuran, seks bebas, pengangguran, kemiskinan, tawuran, narkoba, dan sebagainya. Kajian-kajian tersebut tak henti-hentinya disosialisasikan kepada pemerintah dan agen-agen perubahan untuk membentuk masyarakat yang lebih bermartabat. Bahkan tidak hanya di dalam negeri, beliau juga sering diundang sebagai delegasi maupun pembicara utama di berbagai seminar di dalam maupun luar negeri.

Karya-karyanya baru tampak jelas jika Quipperian menelaah beberapa kebijakan publik yang bersumber dari diskusi dan penelitian berpuluh-puluh tahun oleh beliau dan rekan-rekannya. Sayangnya, menjelang tutup usia, beliau disibukkan dengan tugas menjadi saksi di persidangan untuk kasus yang heboh di negeri ini (salah satunya kasus pembunuhan kopi bersianida dan kasus dugaan penistaan agama salah satu cagub DKI Jakarta Tahun 2017) di mana dalam perannya menjadi saksi dengan segala keterbatasan waktu dan ruang untuk menjelaskan ilmunya, beliau sering disalahpahami oleh masyarakat.

Sarlito Wirawan Sarwono dan Psikologi Sosial Indonesia

Sarlito berbicara tentang tokoh fiksional Mukidi di Cak Tarno Institute (Sumber: https://www.facebook.com/sarlito.sarwono)

Memang tidak jarang beliau berseberangan ide dengan rekan sejawat dan mahasiswanya. Beliau pun dikenal sebagai seseorang yang terbuka akan ide dan menghargai pendapat orang yang tidak sependapat dengan dirinya. Biasanya jika suasana memanas, beliau tidak akan melanjutkan debat atau diskusi dengan serius dan mulai bercanda dengan lelucon-leluconnya yang absurd.

Ini dapat dilihat ketika beliau beberapa kali berkelakar menghadapi serangkaian pertanyaan seorang pengacara pada siding kasus kopi bersianida yang makin rumit di akhir persidangan. Begitu halnya dengan perkuliahan di kelas dan diskusi-diskusi, baik di dalam maupun luar negeri, pembawaan santai dan humor menjadi ciri khas beliau dalam berbicara.

Pada tanggal 14 November 2016, Universitas Indonesia kehilangan salah satu guru besar yang berjasa bagi negeri ini, Sarlito W. Sarwono mengembuskan napas terakhirnya pada Senin malam. Beliau meninggalkan warisan ilmu bagi Indonesia di puluhan jurnal ilmiah dan buku-buku. Beliau juga meninggalkan sejarah perkembangan psikologi sosial yang akan selalu dikenang oleh bangsa ini.

Penulis: Naufal Umam

Referensi:

Sarwono, Sarlito W. 2006. Psikologi Prasangka Orang Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ramdadhania, Orchida. 2014. Narasi yang Berbeda Untuk Bangsa.  Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

________. 2015. Sociophrenia: Perjalanan dan Pemikiran Sarlito Wirawan Sarwono. Jakarta: Murai Kencana.

Lainya untuk Anda