Hei Quipperian! Mendengar kisah seputar Peristiwa 1965 atau biasa dikenal dengan G30S membuat siapa saja, termasuk kamu mendadak berkerut dahi. Bingung? Kontroversi seputar peristiwa tersebut memang masih terjadi hingga kini. Beragam versi saling memberi khazanah pengetahuan tentang kejadian di dini hari 1 Oktober 1965.
Tapi, Quipperian enggak perlu khawatir. Menguak fakta-fakta dan latar belakang seputar peristiwa tersebut bisa banget kok dengan cara asyik, seperti menyaksikan 5 film berlatar Peristiwa 1965. Penasaran? Yuk, kita cari tahu apa saja judul film berlatar Peristiwa 1965 yang patut ditonton.
1. The Year of Living Dangerously
Film The Year of Living Dangerously besutan sutradara Peter Lindsay Weir berkisah tentang masa akhir kejatuhan Soekarno. Presiden pertama Republik Indonesia tersebut semakin berkurang pengaruhnya setelah pecah Peristiwa 1965.
Kekuasaan Soekarno perlahan menyusut. Demo masyarakat dan mahasiswa anti-komunis menjalar hingga tuntutan agar Bung Karno turun dari jabatannya sebagai orang nomor satu.
Film yang diangkat dari novel karya Christopher Koch berjudul sama dengan filmnya ini berkisah tentang seorang jurnalis koresponden untuk sebuah kantor berita Australia bernama Guy Hamilton diperankan Mel Gibson bertugas meliput momen penting di seputar Peristiwa 1965.
Sebagai jurnalis, Hamilton banyak memperoleh informasi dari jejaringnya terutama pemerintah Soekarno, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan militer.
Kisah semakin meruncing ketika Hamilton mendapat informasi maha penting dari kekasihnya, Jill Bryant (Sigourney Weaver), asisten muda di kedutaan besar Inggris, tentang akan terjadinya pemberontak PKI di Jakarta.
Bryant meminta agar Hamilton keluar dari Jakarta. Bagaimana keputusan Hamilton? Film berlatar Peristiwa 1965 dengan biaya produksi sebesar enam juta dollar AS tersebut sempat dilarang beredar di Indonesia. The Year of Living Dangerously baru bisa disaksikan di Indonesia tahun 1999, setelah Orde Baru tumbang.
2. Shadow Play
Film dokumenter garapan Chris Hilton memberi perspektif lain tentang Peristiwa 1965. Hilton, sang sutradara, mewawancarai berbagai korban untuk merangkai kepingan-kepingan peristiwa guna mendapat konteks global.
Dini hari, 1 Oktober 1965, enam jenderal Angkatan Darat diculik dan menemui ajal di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Pembunuhan keenam jenderal tersebut berbuah peristiwa besar. Partai Komunis Indonesia (PKI) dituduh sebagai aktor intelektual di balik aksi tersebut.
Aksi besar-besaran menuntut pembubaran PKI terjadi di kota-kota besar, dan menjalar meminta Presiden Soekarno menanggalkan jabatan kepresidenannya.
pengganti Soekarno. Ia pun menjadi Presiden ke-2 Republik Indonesia. Teror berlumur darah terhadap para simpatisan, anggota, dan pihak-pihak dilabeli PKI serta para Soekarnois merebak hingga ke desa-desa.
Hilton mencoba menangkap perubahan besar tak hanya terhadap Indonesia, tetapi juga Asia Tenggara, setelah Peristiwa 1965.
3. Menyemai Terang dalam Kelam
Menjadi seorang bercap ET pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) semacam beroleh bencana seumur hidup, seakan tanpa henti. ET merupakan singkatan Eks Tapol (tahanan politik).
Di masa Orde Baru, seseorang bercap ET merupakan bekas tahanan politik Peristiwa 65. Ia secara serampangan, tanpa proses pengadilan, dicap sebagai PKI dan terlibat di dalam pembunuhan keenam jenderal.
Salah seorang berlabel ET, Putu Oka Sukanta, melalui Lembaga Kreativitas Kemanusiaan menginisiasi film berjudul Menyemai Terang dalam Kelam dengan tujuan menghapus fitnah-fitnah keji terhadap Eks Tapol.
Sutradara IGP Wiranegara berusaha mengetengahkan makna baru tentang para korban dan penyintas pasca-Peristiwa 65. Film rilisan tahun 2006 tersebut memang menitikberatkan kepada para korban dengan cap ET. Mereka, para korban, ingin agar generasi muda tak lagi terperangkap fitnah Orde Baru.
“Saya ingin anak-anak mengerti sejarah sesungguhnya,” ucap Jumilah salah seorang ET, sembari terisak.
4. Masean’s Message
Tak seperti film-film sebelumnya dengan latar belakang cerita Tragedi 65 secara historis, film Masean’s Message justru mengambil sudut pandang lain mengenai imbas selama puluhan tahun setelahnya di salah satu masyarakat adat di Bali.
Di Desa Batuagung, Kabupaten Jembrana, Bali, kejadian demi kejadian mistis seringkali terjadi. Kasus orang kerasukan sudah menjadi keseharian. Menurut adat dan kepercayaan masyarakat setempat, para makhluk tak kasat mata harus disempurnakan agar ruhnya tak lagi gentayangan.
Masyarakat pun sepakat mengadakan upacara Pitra Yadnya. Sutradara Dwitra J Ariana menangkap momen penting tersebut untuk menguak sebuah cerita mengerikan di masa lalu.
Desa tersebut, pasca-Peristiwa 65, berubah 180 derajat menjadi ladang pembantaian orang-orang PKI atau dicap PKI atau Soekarnois. Ruh-ruh gentayangan tersebut berasal dari jasad-jasad di kuburan massal lokasi pembantaian terduga PKI.
Masean’s Message merekam upacara penyempurnaan jasad-jasad berupa tulang-belulang tersebut untuk berekonsiliasi dengan masa lalu.
5. 40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy
Usai Peristiwa 65 terjadi, para simpatisan, anggota, dan orang-orang yang dicap PKI hingga Soekarnois diburu, dipenjara tanpa proses pengadilan, dan dibunuh.
Bagi para Eks Tapol tersebut, kembali ke masyarakat setelah mendekam puluhan tahun di penjara merupakan sebuah ‘penjara’ baru karena masyarakat tak mudah menerima bahkan cenderung mewaspadai lantaran stigma buruk “PKI”.
Seorang Antropolog, Robert Lemelson, menangkap dampak tiap-tiap individu pada orang Eks Tapol dan penyintas. Lemelson berkeliling di Jawa dan Bali selama 4 tahun (2002-2006) untuk melihat dampak Peristiwa 65 supaya bisa menghasilkan film 40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy.
Tiga sejarawan: Romo Baskara Wardaya, Geoffrey Robinson, dan John Roosa, tampil sebagai narasumber untuk memberikan latar sejarah cerita empat keluarga terdampak Peristiwa 65.
Cerita empat keluarga dengan latar budaya berbeda terdampak Peristiwa 65 kemudian menyajikan cerita masing-masing. Empat tokoh tersebut antara lain; Budi (anak tapol di Jawa); Degung (anak tapol asal Bali); Kereta (saksi pembunuhan massal di Bali); dan Lanny (saksi pembunuhan massal di Jawa).
Sinematografi film ini dikerjakan Dag Yngvesson. Sementara musik digarap komponis asal Inggris, Malcolm Cross, berkolaborasi dengan musisi Bali, Nyoman Wenten.
Quipperian, itulah 5 film berlatar Peristiwa 1965 yang bisa kamu tonton. Gimana, penasaran enggak? Kalau sudah nonton filmnya, mention Quipper Blog di Instagram, ya! Jangan lupa, baca artikel menarik lainnya di Quipper Blog. Selamat menonton!
Kenali Ragam Istilah Peristiwa 1965 Agar Kalian Tak Lagi Keliru
Penulis: Rahmat Ali