Hai Quipperian! Kita semua hidup dan besar dengan nilai dan norma yang berbeda-beda. Tiap kelompok masyarakat tempat kita hidup memang memiliki penilaiannnya sendiri-sendiri atas apa yang benar dan salah, apa yang baik dan buruk, apa yang etis dan asusila.
Terlebih kita sebagai orang Indonesia, yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, golongan, dan kepercayaan, pasti menganut berbagai macam nilai dan norma yang berbeda-beda.
Meski begitu, bukan berarti etika dan norma boleh kita abaikan dalam kehidupan kita masing-masing. Justru hidup dengan etika adalah pertanda bahwa kita merupakan makhluk beradab. Bukan begitu?
Nah, anggaplah kamu paham dengan berbagai macam etika dan norma kesusilaan yang berlaku universal di masyarakat modern. Jika kamu bisa membaca tulisan ini, saya asumsikan kamu tidak buta huruf dan tidak buta internet.
Dapat doasumsikan minimal pendidikanmu adalah SMP ke atas dan terbiasa dengan kehidupan bergaya urban dan modern. Iya, kan?
Pada kenyataannya, banyak sekali etika-etika sederhana di kehidupan kita sehari-hari yang sering luput dari perhatian kita. Hal-hal sederhana ini memang sangat remeh-temeh, padahal perannya sangat penting dalam kehidupan sosial kita. Apa saja? Coba simak yang berikut ini:
1. Lebih Baik Mendegar Ketimbang Berbicara yang Tidak Perlu
Quipperian! Satu hal yang pasti, lebih banyak mendengar ketimbang bicara akan membuat kita lebih bijaksana dan disukai orang. Bukan berarti kita nggak boleh bicara lho. Tapi alangkah baiknya, menyimpan semua hal yang tidak perlu pada waktu dan tempat yang dibuthkan.
Pernah tidak kamu mengikuti sebuah rapat OSIS atau forum, dan banyak orang di situ berebut untuk berbicara? Begitulah manusia, sering sekali berebut untuk bicara paling banyak, berebut untuk paling didengar, berebut untuk terlihat paling pintar, berebut agar gagasannya yang paling dipertimbangkan, dan lain sebagainya.
Apakah mereka tidak bisa mendengarkan? Bisa! Namun sayangnya, saat seseorang mendengarkan argumen lawan bicaranya, ia mendengar hanya untuk menjatuhkan argumen orang tersebut, mencari titik lemahnya, mencari celah dari tiap kata-kata yang keluar dari lawan bicaranya untuk kemudian dikritisi, dipersalahkan, dan lain sebagainya.
Saat ini, jarang sekali ada orang yang mendengar untuk memahami maksud dari si lawan bicaranya secara menyeluruh dan kontekstual.
Nah Quipperian, jika kamu ingin bicaramu didengar, maka mulailah menjadi pendengar yang baik. Mendengarlah untuk memahami, bukan menjatuhkan atau mencari kelemahan kata-kata lawan.
Pahami argumentasi dan pola pikir orang secara kontekstual. Pada dasarnya, semua orang mempunyai pikiran, cara pandang, dan argumentasi yang unik, yang selalu bersumber dari pengalaman hidup personalnya masing-masing.
Sehingga, apapun yang ada di benak seseorang, apapun yang dikemukakan seseorang dalam kata-kata, sudah semestinya didengar, dipahami, dan dihargai secara kontekstual dan bijak.
Jadi, siapkah kamu mendengar dengan seksama kata-kata temanmu, menerima pemikirannya secara utuh dan kontekstual, sebelum akhirnya kamu mengkritisinya?
Yap, banyak mendengar bukan berarti tidak bicara sama sekali. Justru karena kita sering mendengar, maka argumen yang kita katakan pastilah berasal dari masukkan banyak pemikiran dan sudut pandang yang kita dengar.
Kita telah berhasil mengambil sebuah kesimpulan yang ditarik dengan mempertimbangkan banyak analisis. Pratis, argumenmu lebih matang ketimbang banyak orang!
Boleh saja kamu lebih banyak diam mendengar dan jarang bicara, tapi semua orang tahu, sekalinya kamu bicara, kamulah yang kata-katanya paling bijak!
Coba tanya dirimu sendiri, dalam tiap forum, pasti orang yang paling dihormati adalah yang paling minim bicara namun banyak mendengar. Itulah cara menjadi pendengar dan pembicara yang bijak! Bertelinga dua, bermulut satu!
6 Tipe Ujian yang Lebih Susah Ketimbang UN & SBMPTN
2. Ucapkan Kata Santun yang Semestinya
Quipperian, Coba tanya pada dirimu sendiri: ketika bukumu jatuh di dekat temanmu, apakah kamu akan mengatakan:
“Ambilin pulpen, dong.”
Nah, Apakah ucapan tolong itu begitu mahal dan berat untuk diucapkan?
Jangan segan-segan untuk mengucapkan maaf. Mungkin sebagian orang merasa pantang untuk mengucapkan kata ini, karena banyak anggapan bahwa orang yang meminta maaf akan dianggap lemah, kalah, atau tidak berdaya.
Justru, Kata maaf dapat memunculkan sifat rendah hati, “Maaf” membuat kita bisa menerima keadaan diri kita, sebagai seorang manusia biasa, yang nggak mungkin luput dari kesalahan.
Kata Maaf dapat membantu kita dalam proses mengampuni diri sendiri yang pada akhirnya dapat membawa ke proses mengampuni orang lain.
Maaf bukan berarti kalah, sebaliknya, maaf membuat kita belajar menghargai orang lain yang pada akhirnya akan membawa kemenangan tak terduga pada diri kita. Maaf memberi pelajaran bahwa kebenaran adalah hak bagi semua orang.
3. Berilah Pujian Sekecil Apapun
Mungkin bagimu yang mulutnya ceplas-ceplos, ketika mengatakan hasil masakan temanmu itu rasanya amburadul walau kamu mengatakan hal yang sesjurutnya, tapi bagaimana dengan temanmu itu? Tidakkah kamu memikirkan perasaan dia yang sudah memasakkan susah payah masakan untuk kamu?
Quipperian, jika makanan itu memang tidak enak, tidak ada salahnya kamu tidak ekspresif menunjukkan ketidaksukaanmu. Cukup diam dan kunyah makananmu sampai habis.
Kalau kamu mau muntah, muntahlah di tempat lain tanpa temanmu harus melihat. Percayalah kawan, sangat memalukan jika pertemanan kalian retak hanya karena makanan yang tidak enak.
Begitu pun juga dalam aspek-aspek kehidupan lainnya.
Kalau lagi bertamu dan disuguhi makanan oleh tuan rumah, ya makanlah, tidak usah komentar. Kalau makanannya enak, makan yang banyak. Kalau tidak suka, makan saja sedikit. Jangan sampai tidak makan makanan suguhan dari tuan rumah sama sekali, karena itu akan sangat menyakitkan hatinya.
Kalau ada temanmu yang membagi makanannya denganmu, atau memintamu mencicipi makanan yang ia buat, maka makanlah dengan senang hati. Jika enak, atau biasa saja, pujilah bahwa makanan temanmu itu enak. Bahkan jikapun tidak begitu enak, minimal bilanglah “lumayan.”
Bagimu akan terasa sepele, tapi kamu tidak tahu bahwa kamu baru saja menanam bibit simpati di hati temanmu.
Jenis Sarapan Ini Akan Membantumu untuk Tidak Mengantuk di Kelas!
4. Jangan Sombong Demi Hal Apapun
Suatu hari, kamu pernah mengusulkan sesuatu pada seorang teman. Contoh saja, kamu menyarankan seorang temanmu yang cewek untuk tidak pacaran dengan seorang cowok tertentu, karena menurutmu si cowok itu punya tabiat yang kurang baik.
Namun singkat cerita, teman cewekmu itu tetap pacaran dengan cowok yang tidak kamu sukai tersebut. Ya sudah, kamu pun pasrah saja melihat saranmu diabaikan.
Namun tiba-tiba, kamu mendengar kabar bahwa temen cewekmu itu bertengkar hebat dengan cowoknya. Temanmu langsung mendatangi kosanmu dan nangis-nangis di kakimu di tengah hujan.
Nah, di saat itu, pastilah kamu sudah tidak tahan mengatakan “Nah, udah gue bilangin juga!
Kamu pasti langsung ingin mengeluarkan semua pernyataan kemenanganmu, bahwa sesungguhnya kamu sudah memperingatkan si temenmu ini bahwa cowok pacarnya itu bukan cowok baik-baik, namun saranmu diabaikan, dan kini ia menderita karena tidak mendengar nasihatmu dulu.
Balas dendam itu nikmat bukan?
Tapi tunggu dulu, bukankah dia temanmu? Tegakah kamu untuk berani-beraninya balas dendam di saat dia kesulitan? Memangnya kamu dan dia berkompetisi dalam hal apa coba?
Pertama, tanpa kamu ungkit, temanmu itu sudah mulai menyadari bahwa apa yang kamu sarankan dulu ada benarnya. Tidak perlu kamu pertegas hanya demi memuaskan egomu.
Kedua, apakah benar bertengkarnya temanmu dengan pacarnya ini lantas membenarkan argumentasimu yang dulu? Jangan-jangan mereka hanya bertengkar biasa? Orang pacaran berantem sudah biasa bukan? Tapi berkat egomu yang luar biasa tinggi, maka secara tendensiuskamu ungkit saranmu yang dulu itu.
Kamu tunjukkan pada temanmu itu bahwa bertengkarnya kalian adalah bukti bahwa saranmu yang dulu sudah tepat, dan temanmu telah bodoh sekali mengabaikanmu.
Lalu secara berbusa-busa kamu jelek-jelekkan pacar temanmu itu lagi. Alhasil, temanmu yang jiwanya sedang tidak stabil pun jadi kalut, pikirannya jadi tidak rasional karena emosinya yang sedang labil malah kamu panas-panasin. Akhirnya ia pun putus dari pacarnya, kendati boleh jadi hal itu bisa saja tidak perlu terjadi.
Penulis: Sritopia
