Bapak/Ibu Guru, model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang dianjurkan dalam penerapan kurukulum tingkat satuan pendidikan. Dengan begitu, maka model pembelajaran CTL perlu dikembangkan. Namun, ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu tentang model pembelajaran CTL melalui artikel berikut ini.
Apa itu model pemebelajaran CTL?
Contextual teaching and learning (CTL) diterjemahkan sebagai pembelajaran kontekstual oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Balitbang Depdiknas, serta beberapa pakar pendidikan Indonesia. Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context dalam Bahasa Inggris yang berarti hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks). Sementara dalam Bahasa Indonesia, kontekstual merupakan pengembangan dari kata konteks yang berarti bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan sebuah makna, sebuah situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian: orang itu dilihat sebagai manusia yang utuh dalam kehidupan pribadi dan masyarakatnya.
Dengan begitu, contextual teaching and learning (CTL) dalam arti pembelajaran kontekstual yang dimaksud adalah suatu bentuk pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara utuh. Bukan hanya materi yang dipelajari, serta menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata untuk kehidupan mereka, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, dengan tujuan untuk menemukan makna dari materi tersebut bagi kehidupannya.
Model pembelajaran CTL menekankan penggunaan High Order Thinking Skills (HOTS), transfer pengetahuan, mengkoneksikan pengetahuan dengan kehidupan nyata, mengumpulkan, menganalisis, membuat hipotesis, dan menghasilkan hal baru dari data yang ada, serta sistem penilaian yang memusatkan pada penilaian otentik (authentic assessement) yang didapat dari berbagai sumber dan pelaksanaannya terintegrasi dengan proses pembelajaran.
Sementara itu, tak sedikit para ahli yang turut mendefinisikan model pembelajaran CTL, di antaranya:
Menurut Johnson (2007: 67), contextual teaching and learning (CTL) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan membantu para siswa untuk melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari, dengan menghubungkan subyek-subyek akademik tersebut pada konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya.
Ngalimun (2014: 62) menjelaskan, bahwa contextual teaching and learning (CTL) juga dapat diartikan sebagai suatu konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata, dan memotivasi siswa dalam membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya pada kehidupan nyata.
Depdiknas (2007: 18) mengartikan contextual teaching and learning (CTL) sebagai suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya. Melalui penguatan materi pembelajaran berdasarkan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang fleksibel dan dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
Komalasari (2013: 6) mendefinisikan contextual teaching and learning (CTL) merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi siswa di dunia nyata, serta mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan menerapkannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja.
Fathurohman (2012: 71) mengartikan contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong peserta didik untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik kemudian dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas itu secara sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri.
Mulyasa (2006: 217-218) menyatakan bahwa, contextual teaching and learning (CTL) merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan kehidupan dunia nyata siswa, sehingga para siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Karakteristik model pembelajaran CTL
Model pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik khas yang membedakannya dengan model pembelajaran yang lain. Johnson dalam Sanjaya (2006: 7-8), mengidentifikasi delapan karakteristik contextual teaching and learning, yaitu:
- Making meaningful connections (membuat hubungan penuh makna). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil praktik/berbuat (learning by doing);
- Doing significant work (melakukan pekerjaan penting). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata mereka sebagai anggota masyarakat;
- Self-regulated learning (belajar mengatur sendiri). Siswa mengatur pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produk/hasiInya yang sifatnya nyata;
- Collaborating (kerja sama). Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana cara saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi;
- Critical and creative thingking (berpikir kritis dan kreatif). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membust keputusan, dan menggunakan bukti-bukti dan logika;
- Nurturing the individual (memelihara individu). Siswa dapat memberi perhatian, harapan-harapan yang memotivasi, dan memperkuat diri sendiri;
- Reaching high standards (mencapai standar yang tinggi); dan
- Using authentic assessment (penggunaan penilaian sebenarnya). Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi dengan mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya.
Tujuan pemebelajaran CTL
Menurut Kadir (2013) ada beberapa tujuan dari model pembelajaran CTL, yaitu:
- Memotivasi peserta didik untuk memahami subjek yang mereka pelajari dengan menghubungkannya ke dalam situasi kehidupan nyata, sehingga mereka pun mempunyai pengetahuan/keterampilan dalam merefleksi apa yang telah didapatkannya untuk diaplikasikan ke permasalahan-permasalahan lainnya.
- Menjelaskan kepada peserta didik bahwa belajar bukan hanya sekedar menghafal materi, melainkan juga harus dipahami.
- Mengembangkan minat dan menambah pengalaman belajar para peserta didik.
- Melatih peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skills) dan memanipulasi pengetahuannya untuk menemukan dan menciptakan hal-hal yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain.
- Menjadikan pembelajaran yang produktif dan bermakna.
Apa saja komponen pembelajaran CTL?
Terdapat tujuh komponen utama dalam model pembelajaran CTL yang menjadikan proses belajar menjadi lebih efektif, yaitu:
- Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme, yaitu mengembangkan pikiran siswa untuk belajar lebih baik dengan bekerja secara mandiri, mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
- Menemukan (Inquiry)
Inkuiri merupakan proses pembelajaran yang menekankan pada penemuan melalui pola berfikir secara sistimatis. Melalui perpindahan proses dari pengamatan menjadi pemahaman, siswa dapat belajar dengan keterampilan berfikir kritisnya. Dalam hal ini, guru harus merencanakan situasi kondusif agar siswa belajar dengan prosedur mengenali masalah, menjawab pertanyaan, menggunakan prosedur penelitian (investigasi), menyiapkan kerangka berfikir, hipotesis, dan penjelasan yang relevan dengan pengalaman pada dunia nyata.
- Bertanya (Question)
Question merupakan salah satu komponen yang dapat mengembangkan sifat ingin tahu siswa, dengan dialog interaktif oleh kesluruhan unsur yang terlibat dalam proses belajar. Dengan demikian, pembelajaran jadi lebih hidup, berproses, dan hasil pembelajaran menjadi lebih luas dan mendalam. Dengan bertanya dapat mendorong siswa untuk selalu bersikap menolak suatu pendapat, ide atau teori secara mentah, yang kemudian memancing rasa ingin mengetahui dan mendalami (curiosity) berbagai teori dan dapat membuat siswa untuk mempelajarinya lebih jauh.
- Masyarakat belajar (Learning Community)
Learning community adalah pembelajaran yang didapat dari berkolaborasi dengan orang lain. Dalam pembelajaran ini selalu dilaksanakan belajar secara berkelompok dengan anggota yang heterogen. Siswa yang pandai akan mengajari yang lemah, siswa yang sudah tahu akan memberi tahu pada yang belum mengetahui, dan seterusnya. Dalam prakteknya terbentuklah kepompok-kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas, berkolaborasi dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan kakak kelas, hingga bekolaborasi dengan masyarakat.
- Pemodelan (Modeling)
Dalam pembelajaran tentunya perlu ada model yang dapat dicontoh oleh siswa. Terkait hal ini, model bisa berupa cara mengoperasikan, cara melempar atau menendang bola dalam olah raga, cara melafalkan kata dalam bahasa asing, atau contoh cara mengerjakan sesuatu. Ketika guru sanggup melakukan sesuatu, maka siswa akan berfikir sama, yaitu bahwa mereka juga bisa melakukannya.
- Refleksi (Reflection)
Reflection merupakan suatu upaya untuk melihat, mengorganisir, menganalisis, mengklarifikasi, dan mengevaluasi hal-hal yang sudah dipelajari oleh peserta didik. Untuk merealisasikannya, pada setiap akhir pelajaran, guru akan menyisahkan waktu untuk memberikan kesempatan kepada siswa melakukan refleksi dengan cara: pernyataan langsung dari siswa tentang apa saja yang diperoleh setelah belajar, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa tentang kegiatan belajar hari itu, diskusi, dan ragam hasil karya.
- Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Untuk mengukur hasil pembelajaran selain dengan tes, harus diukur juga dengan authentic assessment yang dapat memberikan informasi secara akurat, tentang apa yang benar-benar diketahui dan bisa dilakukan siswa, atau tentang kualitas program pendidikan. Penilaian otentik adalah proses pengumpulan beragam data untuk melukiskan perkembangan belajar siswa. Data tersebut berupa hasil tes tertulis, proyek (laporan kegiatan), karya siswa, performence (penampilan presentasi) yang dirangkum dalam portofolio siswa.
Langkah-langkah model pembelajaran CTL
Menurut Trianto (2009: 27) dan Julianto, dkk (2011:77), secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas agar pembelajaran itu dapat terlaksana adalah sebagai berikut:
- Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar dengan lebih bermakna secara sendirinya, serta mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru mereka.
- Laksanakan sejauh mungkin inkuiri untuk semua tema/topik.
- Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
- Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok).
- Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
- Lakukan refleksi diakhir pertemuan.
- Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran CTL
Setiap model pembelajaran, termasuk model pembelajaran CTL, pastilah memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam proses pembelajarannya. Adapun kelebihan model pembelajaran ini adalah:
- Suasana belajar akan lebih menyenangkan;
- Siswa lebih peka terhadap lingkungannya;
- Siswa akan lebih percaya diri dalam mengungkapkan apa yang mereka alami, dan apa yang mereka lihat dalam kehidupan nyata;
- Siswa menjadi lebih siap untuk menghadapi masalah-masalah yang biasa muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun kelemahan model pembelajaran CTL, antara lain:
- Guru harus lebih menguasai prosedur ilmiah;
- Waktu yang digunakan kurang efisien, sebab membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengaitkan tema dengan materi;
- Seringkali guru mendapat kesulitan dalam menciptakan kelas yang kondusif, terutama saat pembelajaran dilakukan di luar kelas, siswa akan sulit daitur;
- Membutuhkan pengawasan ekstra karna pada umumnya siswa memiliki keingintahuan yang sangat besar.
Manfaat model pemebelajaran CTL
Adapun manfaat dari model contextual teaching and learning adalah pembelajaran menjadi lebih aktif, bermakna, dan dapat memberikan motivasi pada siswa, serta mengembangkan kemampuan berfikir kritis siswa. Sebagaimana dijelaskan dibawah ini:
- Aktif. CTL adalah pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif mencari tahu pengetahuan berdasarkan pengalamannya, sehingga siswa dapat melakukan proses belajar secara lebih bermakna (Selvianiresa & Prabawanto, 2017; Toheri et al., 2020).
- Bermakna. Model pembelajaran CTL mengajak para siswa untuk menggunakan materi bahan ajar sebagai pengetahuan dalam konteks dunia nyata, agar proses belajar jadi lebih bermakna. Bila proses belajar menjadi lebih bermakna karena siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, pembelajaran tersebut pun dapat dikatakan berhasil (Johnson, 2002).
- Motivasi. Model pembelajaran CTL juga secara efektif mendorong motivasi belajar dan prestasi siswa (Laili, 2016, Puput, Ahmadi, and Rochmad 2021).
- Berpikir kritis. Model pembelajaran CTL dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis mereka (Tari & Rosana, 2019).
Strategi model pembelajaran CTL
Adapun beberapa strategi pembelajaran CTL menurut Seri (2019) dan Wahyuni (2013) yang perlu dikembangkan oleh guru, antara lain sebagai berikut.
- Relating
Belajar dinyatakan sebagai konteks dengan pengalaman nyata yang diskenariokan guru dalam membimbing peserta didik, agar yang dipelajarinya menjadi lebih bermakna.
- Experiencing
Belajar adalah kegiatan aktif yang dilakukan peserta didik untuk mengeksplorasi apa yang telah didiskusikan, untuk menemukan atau menciptakan hal-hal baru, atau mengembangkan hal-hal yang telah ada dari apa yang sudah dipelajari.
- Applying
Belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuannya dalam berbagai konteks dan pemanfaatannya pada dunia nyata.
- Cooperative
Belajar merupakan proses kerja sama dengan menerapkan kegiatan kelompok, diskusi/komunikasi antar peserta didik, ataupun hubungan antar kelompok.
- Transferring
Belajar menekankan pada timbulnya kemampuan peserta didik dalam memanfaatkan atau menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya ke dalam situasi/konteks baru.
Bapak/Ibu Guru, itulah pembahasan tentang model pembelajaran kontekstual beserta strategi penerapannya, agar pembelajaran dapat berjalan secara efektif. Semoga bermanfaat.