Setiap harinya, Bumi dan seluruh makhluk hidup di dalamnya menghadapi ancaman perubahan iklim yang kian hari kian meningkat. Meskipun begitu, tahukah Quipperian bahwa ancaman ini juga salah satunya berasal dari aktivitas manusia yang tinggal di dalamnya? Salah satu hal yang cukup berkontribusi terhadap semakin parahnya perubahan iklim adalah diabaikannya unsur alam di bidang arsitektur. Sebagai solusi, para ahli berusaha untuk menerapkan konsep-konsep arsitektur berkelanjutan untuk mengatasi permasalahan perubahan iklim.
Arsitektur Berkelanjutan sebagai Jawaban Atas Perubahan Iklim
Perkembangan dunia teknologi yang semakin pesat telah menjadikan bangunan sebagai salah satu beban terberat dari lingkungan hidup. Bangunan dalam hal ini telah menjadi sektor yang paling banyak menyerap energi. Salah satu jurnal ilmiah menyebutkan, pada tahun 2012 tercatat bahwa sektor bangunan telah mengambil sekitar 50% dari keseluruhan pengeluaran energi, serta sekitar 70% dari total pemakaian listrik di Indonesia. Karena besarnya penggunaan energi tersebut, dipercaya bahwa bangunan dalam hal ini mampu berkontribusi hingga mencapai 30% dari total keseluruhan emisi gas rumah kaca. Jika dibiarkan, hal ini nantinya akan sangat mempengaruhi perubahan iklim, menyebabkan langkanya sumber energi, dan lain sebagainya. Nggak kebayang kan seperti apa dampaknya Quipperian?
Mengingat urgensi ini, konsep arsitektur berkelanjutan pun hadir dengan konsep ramah lingkungan. Konsep arsitektur berkelanjutan memfokuskan perancangan bangunan pada usaha konservasi dan untuk mengefisiensikan penggunaan energi dalam bangunan. Dengan begitu, tentu energi-energi tak terbarukan akan dapat dihemat. Kemudian, penggunaan energi suatu bangunan dapat diperbarui, dan hal ini akan mampu meminimalisir pemanasan global.
Nah, untuk kamu yang belum tahu, salah satu konsep ramah lingkungan yang sedang banyak dipopulerkan oleh banyak arsitek dunia adalah konsep Net Zero Energy Building. Lalu, seperti apa konsep ini menjawab permasalahan perubahan iklim? Simak terus penjelasan lebih lanjutnya ya.
Baca juga: Belajar Teknik Sipil Lebih Mendalam di Prodi Structural and Geotechnical Engineering
Net Zero Energy Building, Bagian dari Arsitektur Berkelanjutan
Bagi khalayak umum, konsep yang satu ini mungkin tidak pernah terdengar. Namun, konsep arsitektur berkelanjutan yang satu ini sejatinya telah ada sejak tahun 1980-an silam. Belakangan ini, konsep Net Zero Energy Building atau yang kerap disebut Zero Energy Building (ZEB), kian populer seiring dengan semakin meningkatnya permasalahan lingkungan dan juga perubahan iklim.
Lalu apa itu ZEB? Jika diartikan secara harfiah, konsep ini dapat dimaknai sebagai sebuah bangunan tanpa energi. Namun, bukan berarti bangunan tidak menggunakan energi sama sekali ya Quipperian. Maksud dari konsep ZEB ini adalah bangunan yang menyeimbangkan sumber daya yang dipakai dengan sumber daya yang dihasilkan melalui sumber energi terbarukan.
Artinya, bangunan berstrategi untuk mengurangi penggunaan energi melalui metode desain pasif. Metode yang dimaksud seperti optimisasi orientasi bangunan, ventilasi silang, penghawaan alami, penghijauan dalam bangunan, dan daur ulang penggunaan air.
Lantas dari manakah bangunan tersebut memperoleh energinya? Dalam hal ini bangunan dengan konsep ZEB akan menghasilkan kebutuhan energi operasionalnya dari sumber-sumber energi terbarukan, seperti angin, air, matahari, biomassa, dan biogas, serta bahan bakar nabati.
Menurut Environmental Protection Agency (EPA), ada 3 komponen utama dari sebuah bangunan ZEB. Adapun ketiga komponen utama tersebut di antaranya adalah:
- Mampu mencapai Net Zero Water, yang berarti konsumsi air dapat diminimalisir, hasil buangan air dapat diolah kembali, serta dapat disalurkan kembali pada tempat tertentu.
- Mampu mencapai Net Zero Energy, dalam artian mampu menghasilkan energi dari sumber terbarukan. Produksi energi ini haruslah sebanyak kebutuhan energi yang diperlukan bangunan untuk satu tahun lamanya.
- Mampu mencapai Net Zero Waste, yang berarti dapat mengurangi, menggunakan kembali, ataupun mengolah barang bekas hingga dapat digunakan dan tidak dibuang ke tempat sampah.
Nah, dari penjelasan di atas, kebayang kan bagaimana pentingnya konsep arsitektur berkelanjutan yang satu ini dalam menanggulangi permasalahan perubahan iklim yang tengah dihadapi Bumi saat ini. Sebagai satu-satunya tempat tinggal yang layak bagi manusia, kelestarian Bumi telah menjadi tanggung jawab setiap manusia.
Quipperian bisa ikut berkontribusi dalam mencegah perubahan iklim ini, salah satunya dengan mengurangi sekitar 30% emisi karbon yang dihasilkan oleh sektor bangunan, dengan menjadi seorang arsitek yang mengedepankan konsep arsitektur berkelanjutan. Terdengar keren, bukan?
Program Studi Architecture and Sustainable Design (ASD) di Calvin Institute of Technology
Jika kamu memutuskan untuk mengambil jalan karier tersebut, melanjutkan kuliah di Program Studi Architecture and Sustainable Design (ASD) di Calvin Institute of Technology dapat menjadi pilihan terbaik, karena menitikberatkan pada green building dan juga sustainability. Kurikulum dari Prodi ASD ini disusun berdasarkan Reformed Liberal Arts Curriculum (RLAC), yang nantinya akan membentuk kamu menjadi pribadi yang mampu menjadi pemecah masalah yang andal, serta memiliki skill komunikasi yang hebat, baik secara verbal maupun tertulis.
Nah, untuk kamu yang ingin berfokus pada misi menyelamatkan Bumi melalui bidang arsitektur berkelanjutan, kamu bisa memilih kekhasan Architectural Design yang di dalamnya menerapkan 3 pilar utama keberlanjutan, yakni lingkungan, sosial, dan ekonomi, dalam merancang bangunan. Selain itu, kamu juga bisa memilih kekhasan Sustainable Building Technology, dan juga Urban Design yang juga menerapkan prinsip keberlanjutan dalam merancang kota. Tidak hanya mempelajari itu saja, kamu juga bisa belajar sambil secara langsung ke lapangan melalui program Kerja Praktik dan Kerja Sosial.
Soal fasilitasnya tidak perlu diragukan lagi, karena untuk mendukung pembelajaranmu di Prodi ASD ini telah disediakan Ruang Digital Fabrication Workshop, yang menyediakan berbagai peralatan fabrikasi digital, berbasis CAD dan CAM, seperti mesin 3D Printer, serta mesin Laser Beam Cutting. Tidak hanya itu saja, disediakan ruang studio yang di dalamnya terdapat meja-meja kerja personal, yang nantinya akan mendorong terbentuknya Studio Culture pada mahasiswa.
Maksud dari Studio Culture adalah, proses pembelajaran kelas mengikuti cara kerja layaknya bekerja di sebuah biro desain arsitektur. Mahasiswa belajar untuk mengemukakan ide desain, menghasilkan gambar dan maket, mempresentasikan hasil rancangan dan menerima masukan lewat asistensi desain.
Mengenai prospek kerjanya, lulusan dari Prodi ASD ini ditargetkan akan mampu menekuni profesi sebagai architectural junior designer, professional architectural staff, serta urban and city designer, baik pada instansi swasta maupun instansi pemerintahan. Menarik bukan?
Yuk cek Profil Lengkap Kampus di bawah ini!
[spoiler title=SUMBER]
- https://www.wbdg.org/resources/net-zero-energy-buildings
- https://blog.gbcindonesia.org/net-zero-building.html
- https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmm/article/view/14517%5B/spoiler%5D
Untuk mengetahui info kampus terlengkap dan berkualitas, cek di campus.quipper.com
Penulis: Quipper Campus
Editor: Tisyrin Naufalty T