Mari Perkaya Gaya Mengajar, Biar Murid Sukses Belajar!

Tabik, guru-guru sahabat Quipperian! Bagaimana kabar sahabat guru-guru semua di bulan pertama tahun 2019 ini? Semoga sudah siap untuk memulai kembali KBM dengan segudang ide dan inovasi pengajaran, ya. Nah, terkait ide dan inovasi pengajaran tersebut, Quipper Blog kali ini akan berbagi pengetahuan mengenai gaya-gaya mengajar yang lazim dipraktikkan di kelas.

Hmmm, memang ada banyak gaya mengajar di kelas? Bukankah cukup kita berdiri di depan dan memaparkan materi belajar ke murid? Tidak, para sahabat guru. Lewat artikel ini Quipper Blog akan berbagi mengenai 5 gaya mengajar yang lazim ditemui di dalam kelas. Gaya mana yang paling sangkil mangkus?

Wah, sebagaimana beragamnya latar belakang murid, maka tidak ada kesepakatan mengenai gaya mana yang paling sangkil mangkus. Justru harapan Quipper Blog adalah dengan adanya artikel ini, sahabat-sahabat guru Quipperian semakin kaya akan pilihan dan lebih lentur dalam memilih gaya mengajar, dicocokkan dengan kebutuhan belajar murid. Bagaimana? Siap, sahabat-sahabat guru Quipperian? Mari kita mulai!

1. Otoritarian (Sang Dosen)

Gaya otoritarian berpusat pada guru dan sering kali melibatkan sesi kuliah yang panjang atau presentasi satu arah. Siswa diharapkan untuk mencatat atau menyerap informasi.

  • Kelebihan: Gaya ini dapat diterima untuk kelas kuliah pendidikan tinggi dan kelas berbasis ruang besar atau aula dengan kelompok besar siswa.
  • Kekurangan: Kurang sangkil mangkus untuk dipakai mengajar anak-anak pendidikan dasar dan menengah karena hanya sedikit atau bahkan tidak ada interaksi dengan guru. Komentar yang lazim keluar adalah “ah, bosen pelajarannya”. Itulah mengapa ini adalah pendekatan yang lebih baik untuk siswa yang lebih tua, lebih dewasa.

2. Demonstran (Sang Pelatih)

Demonstran mempertahankan peran otoritas formal dengan menunjukkan kepada siswa apa yang perlu mereka ketahui. Namun dalam menyampaikan materi pelajaran mereka memvariasikan ragam pendekatan, antara lain presentasi multimedia, kegiatan, dan demonstrasi. (Pikirkan: Matematika. Sains. Musik.)

  • Kelebihan: Gaya ini memberi para guru kesempatan untuk menggabungkan berbagai format termasuk kuliah dan presentasi multimedia.
  • Kekurangan: Meskipun sangat cocok untuk mengajar matematika, musik, pendidikan jasmani, atau seni dan kerajinan, sulit untuk mengakomodasi kebutuhan individu siswa di ruang kelas yang lebih besar.

3. Fasilitator (Sang Motivator)

Fasilitator mempromosikan belajar mandiri dan membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mempertahankan pengetahuan yang mengarah pada aktualisasi diri.

  • Kelebihan: Gaya ini melatih siswa untuk bertanya dan membantu mengembangkan keterampilan untuk menemukan jawaban dan solusi melalui eksplorasi; ini sangat ideal untuk mengajar sains dan mata pelajaran serupa.
  • Kekurangan: Menantang guru untuk berinteraksi dengan siswa dan mendorong mereka ke arah penemuan-penemuan baru. Dengan demikian guru dituntut mandiri membuat standar sendiri, di luar standar nilai yang berlaku, untuk mengukur kesuksesan murid.

4. Delegator (Sang Rekan)

Gaya delegator paling cocok untuk kurikulum yang membutuhkan kegiatan laboratorium, seperti kimia dan biologi, atau mata pelajaran yang membutuhkan umpan balik teman, seperti debat dan penulisan kreatif.

  • Kelebihan: Penemuan terbimbing dan pembelajaran berbasis inkuiri menempatkan guru dalam peran pengamat yang menginspirasi siswa dengan bekerja bersama-sama menuju tujuan bersama.
  • Kekurangan: Dianggap sebagai gaya pengajaran modern, kadang-kadang dikritik sebagai pengikisan otoritas guru. Sebagai seorang delegator, guru bertindak lebih sebagai konsultan daripada figur otoritas tradisional.

5. Hibrid (Sang Serba Bisa)

Hibrid, atau gaya campuran, mengikuti pendekatan terpadu untuk pengajaran yang memadukan kepribadian dan minat guru dengan kebutuhan siswa dan metode yang sesuai dengan kurikulum.

  • Kelebihan: Inklusif! Dan itu memungkinkan para guru untuk menyesuaikan gaya mereka dengan kebutuhan siswa dan materi pelajaran yang sesuai.
  • Kekurangan: Guru dengan gaya hibrid berisiko mencoba terlalu banyak hal saat mengajar dan menjadi semua yang dibutuhkan siswa, akibatnya kualitas dan pemahaman kurikulum bisa menjadi lemah.

Gaya Mengajar Berbasis Tahap Belajar

Nah, berdasarkan tulisan di atas, Quipper Blog memandang bahwa yang perlu dilakukan guru supaya murid sangkil-mangkus dalam belajar adalah menyesuaikan gaya mengajar dengan tahap belajar.

Misalkan: saat memulai memperkenalkan materi baru, guru bisa berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi rasa penasaran murid, selanjutnya guru mengambil peran demonstran yang mencontohkan penguasaan kemampuan yang perlu dimiliki murid saat mempelajari materi tersebut.

Apabila murid sudah menguasai keterampilan, maka guru tinggal mendelegasikan tugas-tugas yang perlu diselesaikan, dan di tahap akhir guru melengkapi dan menguatkan pengetahuan, pemahaman, berikut keterampilan yang sudah dipelajari sebelum menghadapi ujian sumatif atau akhir.

Nah, dengan demikian bukan gaya mana yang lebih sangkil mangkus, namun sudahkah sahabat-sahabat guru Quipperian menyesuaikan gaya mengajar dengan tahap belajar siswi/a? Kalau belum, tidak pernah ada kata terlambat. Mari kita mulai. Simak artikel menarik lainnya hanya di Quipper Blog, ya!

Sumber:

Penulis: Jan Wiguna

Lainya Untuk Anda

Apa Itu Generasi Milenial dan Perbedaannya dengan Generasi X dan Z?

6 Tips Tenang dan Fokus saat Ujian supaya Lancar Mengerjakan Soal!

Ragam Pidato Bertemakan Pendidikan untuk Memperingati Hardiknas