Perkembangan Pendidikan di Negara yang Terbilang Pendidikan Maju di Kelasnya

Quipperian! Bagaimana jika kamu adalah siswa yang belajar di negara yang sudah terbilang maju pendidikannya? Pasti akan menemukan titik di mana perbaikan-perbaikan sistem pendidikan yang pastinya harus dilakukan oleh insan pendidikan di Indonesia.

Kenapa Finlandia bisa Jadi Negara Terbaik dalam Sistem Pendidikan?

Nah, melalui tulisan ini, kamu akan diajak untuk melihat sejarah perubahan pendidikan di Indonesia. Gunanya untuk sama-sama merefleksi poin-poin apa yang bisa dipelajari oleh sistem pendidikan di negara lain yang sudah terbilang maju.

Yuk simak Quipperian!

Sejarah Perubahan Sekolah di Eropa

Eropa telah memulai revolusi pendidikan pada tahun 1990-an. Kalau lihat negara-negara Eropa, seperti Perancis memegang pola pendidikan yang sangat tradisional. Tapi pendidikan di Perancis sudah menerapkan pola berkelompok. Ini 15 tahun yang lalu dan sudah mulai seperti ini.

Masih ada suasana kuno. Karena masih menggunakan papan tulis. Di Amerika atau negara lainnya, papan tulis sudah tidak digunakan lagi. Kalau di Jerman, di kelas sebetulnya masih ada meja dan kursi di belakangnya. Tapi posisi tempat duduk siswa selalu berpasangan berdua. Di Finlandia, tiap sekolah yang dianggap unggul itu setiap komunitas itu penduduknya sekitar 100 ribuan. Baik SD atau SMP saat itu penduduknya 100 ribuan.

Jadi, di mana-mana daerah yang penduduknya sangat padat, mutu kualitas pendidikan kurang baik. Begitu juga di Jepang, Tokyo dan Osaka juga kurang baik. Di Amerika, New York, LA dan Chicago juga kurang baik. Begitu juga Inggris, London yang paling buruk. Perancis, Paris yang paling buruk. Begitu juga dengan Jerman. Bagaimana dengan Indonesia?

Sejarah Perubahan Pembelajaran di Eropa

Rata-rata, kuota murid SD jumlahnya mencapai 65 orang. Satu sekolah 65 orang. Dan jumlah rata-rata yang terjadi di Finlandia. Beberapa negara yang sukses dalam pendidikan pola baru ini salah satunya Finlandia, New Zealand, Canada dan Australia. Semuanya memiliki karakteristik yang sama. Yaitu luas wilayahnya besar dan jumlah penduduk yang sedikit.

Dan, dengan kondisi negara seperti ini rata-rata jumlah siswa di sekolah itu seperti itu. Ini juga tingkat kelas campur. Ada kelas 3 dan 4 dalam satu kelas. Dan suasana untuk anak SMP, rata-rata sudah berkelompok.

Sejarah Perubahan Pembelajaran di Asia

kemudian fenomena ini juga turut menular ke negara-negara Asia. Tahun 1998-2003, negara yang ada di Asia menitik beratkan pada kebijakan pendidikan nasional. Semua negara-negara di Asia termasuk di Indonesia mencanangkan reformasi pendidikan dengan pola pendidikan baru.

Dengan demikian di negara-negara Asia pun ada perubahan suasana di sekolah. Di Seoul, Korea Selatan menitikberatkan pendidikan pola baru secara serentak. Cina juga sudah mencanangkan reformasi pendidikan dengan pola yang baru ini. Dengan demikian pola pendidikan di Cina sudah berubah drastis. Salah satunya di Harping. Anak-anak di Cina sudah terbiasa belajar berkelompok. Dan mereka sudah tidak menggunakan papan tulis yang konvensional lagi. Sementara, pelajaran kelas 2 SMP di Jepang sudah diajarkan di kelas 5 SD.

Shanghai sudah mencanangkan learning society sebagai kebijakan di wilayahnya. Kalau di Shanghai sudah 10 tahun mencoba pola ini dan ternyata prestasinya cukup tinggi dan prestasinya melebihi Finlandia yang sudah sukses duluan.

Pemerintah Shanghai mencanangkan secara resmi pola ini menjadi pola pendidikan yang baru. Pelajaran SMA dipelajari di SMP. Kesukesan yang terjadi di Shanghai itu karena, negara ini bisa mewujudkan 2 kunci sukses pendidikan, yaitu kualitas pendidikan dan kesetaraan.

Gimana Sih Sistem Penerapan Sekolah Demokratis Itu? Yuk, Simak Informasi Lengkapnya di Sini!

Kunci Sukses: Kualitas Pendidikan dan Kesetaraan

Beberapa negara memang tidak mengikuti faktor kualitas, tapi fokus pada kesetaraan. Contoh tipikalnya di Jerman, mereka mencetak siswa elitnya saja. Namun pendidikan di Jerman yang mengejar elitnya itu masih kurang unggul dibandingkan dengan sekolah di Finlandia yang mengajar kesetaraan.

Contoh di Asia bisa kita lihat di Korea Selatan. Mereka mencetak sekolah elit selama 20 tahun terakhir ini. Tapi gagal total. Jadi seberat apapun kita mengejar kualitas kalau tidak diikuti kesetaraan, akhirnya gagal. Begitu juga sebaliknya. Contohnya Italia, Spanyol dan Meksiko. Mereka memang mengajar dengan tuntas kesetaraannya tapi sayangnya kualitas tidak diikuti. Begitu juga gagal.

Jadi pendidikan yang bisa meningkatkan kualitas kesetaraan secara bersamaan pasti berhasil. Jadi salah satu filosofi dalam komunitas pembelajaran adalah 2 faktor tadi. Fokus pada bagaimana menjamin pendidikan yang berkualitas untuk semua orang, Kita melihat pendidikan pada abad ke 21, ada beberapa ciri khasnya. Salah satunya program, yang tadinya berbasis program berubah menjadi berbasis proyek. Kalau kita melihat pendidikan pada abad ke 19 dan 20 ibarat pabrik produksi yang lain produknya.

Jadi, produksi massa yang mengajar efektivitas secara massal. Benar-benar sasaran atau target pendidikan, obyektif pendidikan. Jadi apakah obyektif pendidikan yang ideal? Pertama kali obyektif pendidikan digunakan pada tahun 1911 di Chicago. Pada saat itu Amerika Serikat sedang banyak membangun pabrik yang besar-besar.

Jadi, educational objective itu dipindah istilahnya dari pabrik yang ada sasaran target produksi yang dialihkan ke dunia pendidikan. Pertama, pabrik itu ada target produksinya dan proses itu diefisiensikan, lalu melakukan quality control. Kalau di dunia pendidikan artinya melakukan ujian.

Jadi, mencetak sekolah seperti mencetak pabrik-pabrik pada saat itu. Mestinya sekarang tidak seperti itu lagi. Tapi pendidikan harus berdasarkan dengan proyek. Jadi kalau dulu berbasis program ibarat naik tangga satu persatu. Tapi sekarang ibarat mendaki gunung, jalurnya tidak 1, tapi bisa memutar-mutar atau membelok sambil melakukan eksplorasi dan untuk melihat hasil output itu di zaman dulu, kita melakukan ujian. Jadi sekarang menilai dengan laporannya.

Jadi, solusinya adalah pembelajaran bersifat kolaboratif. Zaman dulu siswa duduk manis di kelas menghadap guru dan melihat papan tulis atau pegang buku. Pola pendidikan seperti itu sudah dimuseumkan di negara-negara maju. Jadi, di kelas sekarang melakukan kolaborasi atau berkelompok. Tapi pola pendidikan di kelas itu tentu masih ada di negara-negara berkembang.

Begitulah Quipperian sekelumit pemikiran dari wawasan sejarah perkembangan pendidikan dan pembelajaran yang ada di dunia, terutama Eropa dan Asia. Jadi, kuncinya ada dua faktor. Selalu dan pasti, Kualitas Pendidikan dan Kesetaraan.

Semangat Quipperian! Semoga dari tulisan ini, bisa berguna bagi kamu yang ingin menjadi tenaga pengajar atau siapapun yang ingin memberikan sumbangsih terhadap dunia pendidikan Indonesia!

Sumber:

http://www.jica.go.jp/project/indonesian/indonesia/

Sritopia

Lainya Untuk Anda

Apa Itu Generasi Milenial dan Perbedaannya dengan Generasi X dan Z?

6 Tips Tenang dan Fokus saat Ujian supaya Lancar Mengerjakan Soal!

Ragam Pidato Bertemakan Pendidikan untuk Memperingati Hardiknas