Home » Mapel » Sejarah » Mengenal Tiga Organisasi Peletak Pergerakan Nasional Indonesia!

Mengenal Tiga Organisasi Peletak Pergerakan Nasional Indonesia!

Quipperian, buat kamu yang lagi asyik mengembangkan diri di OSIS, Padu Cheerleader, Basket, Futsal dan Bola, Ikapala, dan organisasi sekolah lainnya, jangan pernah kecil hati. Mengapa? Selain mengasah bakat, berorganisasi juga bentuk sederhana kalian berjejaring untuk menghasilkan sesuatu.

Mungkin Quipperian harus melompat jauh ke belakang agar bisa tahu mengapa berorganisasi menjadi penting. Kamu coba perhatikan bab zaman pergerakan di pelajaran Sejarah.  

Selain berjuang mengangkat senjata, para Founding Father mula-mula berjejaring satu sama lain untuk membentuk organisasi. Harapannya, melalui organisasi, mereka bisa memperjuangkan hak dan perlahan menumbuhkan rasa sebangsa setanah air.

Sebelum organisasi-organisasi terbentuk, ide tentang kebangsaan mungkin hanya muncul di masing-masing individu. Nah, ketika masing-masing individu tersebut berhimpun di dalam organisasi, akhirnya ide tersebut perlahan menemui kenyataan.

Berikut Quipper Blog sajikan 5 organisasi peletak pergerakan nasional agar kamu tambah PD buat berorganisasi. Simak, guys!

1. Budi Utomo

Ingat genkz, pergerakan ini dimulai di sekolah. Beberapa siswa sekolah kedokteran Jawa atau School tot Opleideing van Inlandsche Aartsen (STOVIA) bersepakat membentuk organisasi, mula-mula sebagai usaha memajukan pendidikan kaum pribumi.

Kamu harus tahu lho, di masa kolonial, akses kaum pribumi terhadap sekolah sangat susah. Sekolah-sekolah bentukan Belanda hanya menampung anak-anak berkebangsaan Eropa. Anak pribumi bisa gabung, namun harus putra seorang bangsawan.

Enggak heran bila di STOVIA diisi murid-murid pribumi berdarah biru. Namun, bukan darah biru biasa. Sebagian dari mereka berpikiran maju untuk memperbaiki pendidikan. Budi Utomo dibentuk pada 20 Mei 1908 dengan ketua dr. Sutomo. Hari pendirian itu kemudian dikenang sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Sutomo, Cipto Mangunkusumo, Gunawan, Ario Tirtokusumo, dan anggota Budi Utomo lainnya awalnya menggunakan organisasi tersebut untuk perbaikan pelajaran sekolah, lalu berkembang mendirikan badan wakaf, mengumpulkan tunjangan bagi murid-murid lain, lalu membuka sekolah bagi kaum pribumi, bahkan selanjutnya menjadi partai politik.

Budi Utomo juga memiliki tujuan untuk memajukan seni dan budaya lokal. Mereka kerap membuat latihan tari, seni karawitan, dan lainnya.

Selain itu, para anggota Budi Utomo pun diajarkan untuk menerima universalitas atau setiap manusia memiliki kedudukan sama. Budi Utomo kemudian berfusi menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra) pada 1935.

2. Sarekat Islam

Sarekat Islam merupakan organisasi paling masif pada abad 20. Awalnya, Sarekat Islam (SI) bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Haji Samanhudi mendirikan SDI sebagai respon terhadap kontestasi pedagang batik, karena pihak Belanda memberikan ruang cukup besar bagi pedagang Tionghoa. Maka enggak heran, para anggota SDI kebanyakan para pembatik bumiputera.

SDI kemudian mendapat banyak dukungan. HOS Tjokroaminoto kemudian menganjurkan perubahan SDI menjadi Sarekat Islam pada 10 September 1912. SI enggak lagi terbatas hanya masalah perniagaan, namun juga perjuangan Islam, dan sosial.

SI menjelma sebagai organisasi modern dengan pertumbuhan nan mengagumkan. Pemimpin SI bahkan memperjuangkan agar organisasi tersebut berbadan hukum. Tjokroaminoto menemui Gubernur Jenderal Idenburg untuk mengurus badan hukum SI.  

Anggota SI pun enggak lagi terbatas bagi kalangan pembatik, namun terbuka bebas bagi siapa pun. SI kala itu menjadi motor pemogokan di berbagai tempat hingga membuat panas pemerintah kolonial.

Kegerahan Pihak Belanda terhadap SI bukan tanpa alasan. Selain radikal, masifnya jumlah anggota membuat pemerintah ketar-ketir. Pada 1919, SI mengklaim memiliki anggota 2 juta jiwa.

Selain memiliki Centraal Sarekat Islam, atau pengurus pusat, SI pun memiliki cabang di masing-masing daerah. Wilayah jangkauannya bahkan lebih besar dibanding Budi Utomo.

Selain Tjokroaminoto, terdapat banyak tokoh berpengaruh di SI, seperti Abdul Moeis, Haji Agus Salim, Raden Gunawan, dan beberapa tokoh muda progresif, Semaoen. Mula-mula perbedaan pendapat di kalangan kaum progresif dan tokoh-tokoh puncak SI berkutat di tataran konsep. Mereka kerap berdebat tentang Islam, Sosialisme, dan lainnya.  

Pertemuan Semaoen dengan tokoh ISDV Sneevliet menumbuhkan gerakan radikalisme di tubuh SI. Semaoen kerap mengkritisi kebijakan Tjokro. Sosialis, Pan Islamisme, mulai menjadi wacana segar di SI. Perbedaan di tubuh SI kemudian memuncak hingga organisasi tersebut terpecah, SI Putih dan SI Merah.

3. Indische Partij

Kamu pasti pernah dengar Tiga Serangkai, kan? Ya, ketiganya memang sangat berkaitan dengan organisasi ini. E.F.E Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Ki Hadjar Dewantara yang merupakan tokoh kunci Indische Partij.

Indische Partij secara tegas menyatakan diri sebagai gerakan politik. Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, sebagai seorang Indo, menganggap nasib Hindia harus berada di tangan bumiputera. Ide tersebut cukup fenomenal karena pandangan kaum bumiputera sebagai warga kelas tiga masih sangat kuat. Douwes Dekker membawa wacana tersebut ke Indische Bond dan Insulinde, namun selalu mentah.

Sementara, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hadjar Dewantara pun mendapat banyak benturan ketika berada di Budi Utomo. Perbedaan antara golongan tua dan muda menajam. Golong tua masih menginginkan Budi Utomo menjadi organisasi Nasionalis Jawa nan elitis, sementara golongan muda ingin lebih radikal.

Tjipto bahkan menuntut agar Budi Utomo tidak saja memikirkan tentang pendidikan para priyayi Jawa, namun kepada seluruh bumiputera di Hindia. Ia pun menginginkan agar Budi Utomo berubah menjadi organisasi politik. Ide itu pun mentah.

Perjumpaan Douwes Dekker dan Tjipto serta Ki Hadjar membuahkan sebuah gerakan politik bernama Indische Partij (IP). IP lahir di Bandung pada 25 Desember 1912. Pada pidato pendirian IP, Douwes Dekker secara terbuka menjelaskan tujuan politik IP. “Pernyataan perang, sinar terang melawan kegelapan, kebaikan melawan kejahatan, peradaban melawan tirani, budak pembayar pajak kolonial melawan negara pemungut pajak Belanda”, seperti dikutip Takashi Siraishi, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat Di Jawa 1912 – 1926.

Pidato berapi-api dan perjuangan menentang kesewenang-wenangan pemerintah kolonial mendapat dukungan massa dalam jumlah besar. Pada bulan Oktober 1912, tercatat 7.000 orang terdaftar sebagai anggota IP.

Tiga Serangkai IP sangat keras mengkritik praktik kolonialisme Belanda. Mereka menulis kritik tersebut di harian De Express. Pemerintah Belanda pun geram. Akibat tulisan tersebut, ketiga tokoh IP dikenai pasal. Ketiganya pun dibuang ke Belanda.

Nah Quipperian, ketiga organisasi peletak pergerakan nasional tersebut bukan saja menjadi materi pelajaran Sejarah, tapi juga bisa menjadi contoh di kehidupan nyata ketika kamu berorganisasi. Semangat terus, ya! Jangan lupa kunjungi Quipper Blog untuk artikel menarik lainnya. Bye-bye!

Penulis: Rahmat Ali

Simak Contoh Soal SBMPTN Sejarah Materi Pergerakan Nasional Ini, Yuk!

Lainya untuk Anda