Home » Mapel » Sejarah » 4 Fakta yang Wajib Kamu Pahami tentang Hari Lahir Pancasila

4 Fakta yang Wajib Kamu Pahami tentang Hari Lahir Pancasila

Salam teman-teman Quipperian! Jumat, 1 Juni 2018 ini kita, bangsa Indonesia, merayakan suatu hari yang penting, lho. Hari yang dirayakan adalah hari lahir dasar negara kita, Pancasila.

Jadi dapat dikatakan bahwa 1 Juni adalah Hari Lahir Pancasila sebagai dasar negara. Nah, untuk merayakannya Quipper Video Blog hendak mengajak Quipperian mengenal lebih jauh 4 fakta penting tentang 1 Juni, hari lahirnya Pancasila ini.

Semoga setelah mengenal dan mengetahui 5 fakta ini, teman-teman Quipperian semakin memahami makna dan pesan di balik perayaan Hari Lahir Pancasila, ya. Yuk, simak!

1. Hari Lahirnya “Proses Menuju” Pancasila

Sebagaimana hari lahir pada umumnya, yang lahir bukanlah Pancasila yang telah jadi atau siap pakai, melainkan ide, gagasan, dan semangat Pancasila. Bahkan momennya beserta tujuannya sangat monumental, karena diucapkan langsung oleh Bung Karno lewat pidato di dalam sidang di depan BPUPKI untuk menjelaskan dasar kemerdekaan negara Indonesia.

Sebagaimana umumnya pidato bung Karno, pidato ini berlangsung tanpa teks dan judul. Baru seusai pidato oleh mantan ketua BPUPKI, Dr. Wardiman Werdjoningrat pidato ini diberi judul Lahirnya Pancasila. Berikut kutipan pidato tersebut:

“Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh “Lahirnya Pancasila” ini, akan ternyata bahwa ini adalah salah satu Demokratisch Beginsel, suatu Beginsel yang menjadi dasar Negara kita, yang menjadi Rechtsideologie Negara kita; suatu Beginsel yang telah meresap dan berurat-berakar dalam jiwa Bung Karno, dan yang telah keluar dari jiwanya secara spontan, meskipun sidang ada dibawah penilikan yang keras dari Pemerintah Balatentara Jepang.

Memang jiwa yang berhasrat merdeka, tak mungkin dikekang-kekang! Selama fasisme Jepang berkuasa di negeri kita, Demokratisch Idee tersebut tak pernah dilepaskan oleh Bung Karno, selalu dipegangnya teguh-teguh dan senantiasa dicarikannya jalan untuk mewujudkannya. Mudah-mudahan “Lahirnya Pancasila” ini dapat dijadikan pedoman oleh nusa dan bangsa kita seluruhnya dalam usaha memperjuangkan dan menyempurnakan Kemerdekaan Negara.”

2. 18 Agustus, Disahkannya Pancasila dan UUD 1945

Nah, apabila 1 Juni merupakan hari lahirnya Pancasila, maka 18 Agustus dapat dipandang dan dimaknai sebagaimana manusia yang masuk fase dewasa. Kalau manusia menginjak usia 17/18 tahun diklasifikasikan dewasa dan berhak memperoleh legitimasi hukum dalam bentuk Kartu Tanda Penduduk (KTP), maka Pancasila dan UUD 1945 memperoleh pengesahan atau legitimasi hukumnya pada tanggal 18 Agustus ini.

Karena porsi terbesarnya adalah mengenai Undang-Undang, pengesahan UUD 1945 dan pengesahan Pancasila sebagai Dasar Negara berdasarkan Undang-Undang, maka selanjutnya 18 Agustus senantiasa dirayakan sebagai Hari Konstitusi atau Hari Undang-Undang.

3. Ide Pancasila Diwadahi oleh Pohon Sukun

Ide lahir dalam momen sehari-hari. Sebagaimana hukum berat air disergap Pythagoras saat ia berendam, hukum relativitas ditangkap Newton saat ia melihat apel jatuh, maka permenungan pertama Soekarno terhadap ide Pancasila diwadahi oleh pohon sukun.

Saat menjalani pembuangan ke Ende pada tahun 1934 bung Karno memiliki hobi berkontemplasi. Tempat favoritnya adalah di bawah pohon sukun yang menghadap langsung ke Pantai Ende. Seperti disebut di awal, pohon sukun itu berjarak 700 meter dari kediaman Soekarno. Biasanya, Soekarno pergi sendiri ke tempat itu pada Jumat malam.

Di tempat itulah, Soekarno mengaku buah pemikiran Pancasila tercetus. Ia memiliki cerita sendiri soal itu. Berikut yang dikisahkan Soekarno:

“Suatu kekuatan gaib menyeretku ke tempat itu hari demi hari… Di sana, dengan pemandangan laut lepas tiada yang menghalangi, dengan langit biru yang tak ada batasnya dan mega putih yang menggelembung… Di sanalah aku duduk termenung berjam-jam. Aku memandangi samudera bergolak dengan hempasan gelombangnya yang besar memukuli pantai dengan pukulan berirama. Dan kupikir-pikir bagaimana laut bisa bergerak tak henti-hentinya.

Pasang surut, namun ia tetap menggelora secara abadi. Keadaan ini sama dengan revolusi kami, kupikir. Revolusi kami tidak mempunyai titik batasnya. Revolusi kami, seperti juga samudra luas, adalah hasil ciptaan Tuhan, satu-satunya Maha Penyebab dan Maha Pencipta. Dan aku tahu di waktu itu bahwa semua ciptaan dari Yang Maha Esa, termasuk diriku sendiri dan tanah airku, berada di bawah aturan hukum dari Yang Maha Ada…”

Sejak itu, Bung Karno senantiasa berbagi perihal pohon sukun tersebut sebagai salah satu bagian proses pencetusan Pancasila yang kini ditetapkan sebagai dasar negara.

4. Pelarangan oleh Soeharto dan Orde Baru

Melalui Surat Keputusan Presiden No. 153/1967, Presiden Soeharto dan pemerintahan orde baru mensahkan perayaan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober.

Di saat yang bersamaan Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni dilarang untuk dirayakan, sebelum akhirnya dipulihkan oleh Presiden Jokowi di tahun 2016. Beberapa wacana yang perlu dipertimbangkan saat membaca sikap orde baru terhadap hari lahir Pancasila adalah:

  • Menguatkan narasi pemerintah dalam peristiwa G-30S. Hari Kesaktian Pancasila disahkan dalam usaha memperkuat narasi pemerintah sebagai pahlawan Pancasila dalam memadamkan gerakan pemberontakan 30 September yang senantiasa dikabarkan oleh pihak komunis.
  • Mengubur narasi sejarah identitas politik Bung Karno. Hari Lahir Pancasila identik dengan bung Karno dan bung Karno identik dengan paham kerakyatannya yang mengakomodasi semua golongan. Dengan menghilangkan Hari Lahir Pancasila diharapkan narasi sejarah identitas politik bung Karno yang kerakyatan dan berbhineka juga turut hilang.

Quipperian, itulah 4 fakta mengenai Hari Lahir Pancasila yang wajib generasi muda kenal dan pahami. Jangan lupakan siapa jati diri bangsa kita ya, Quipperian. Indonesia hadir karena keragaman latar belakang suku, budaya, agama, dan pemikirian. Hargai perbedaan tersebut, niscaya bangsa kita akan tetap aman damai sentosa. Baca artikel menarik lainnya di Quipper Video Blog, ya!

Sumber:

Penulis: Jan Wiguna

Lainya untuk Anda