Home » Mapel » Sejarah » Jangan Sembarang Kasak-Kusuk, Begini Latar Belakang Sejarah Perang Teluk!

Jangan Sembarang Kasak-Kusuk, Begini Latar Belakang Sejarah Perang Teluk!

Hai Quipperian, masih kasak-kusuk untuk cari tahu materi pelajaran Perang Teluk? Wah sudah enggak zaman, gaes! Lebih baik kalian baca artikel Quipper Blog berikut, deh.

Memang membicarakan konflik di jazirah Arab enggak akan pernah sepi. Selalu ada saja ada pertikaian dari zaman para nabi hingga kini. Pembahasan tentang Perang Teluk pun selalu ramai. Bahkan banyak kisah di seputar peristiwa Gulf War menjadi bahan baku pembuatan film-film Hollywood.

Daya tarik Perang Teluk terletak pada supremasi militer Amerika Serikat terhadap negara-negara Timur Tengah. Bahkan, bagi sebagian peneliti, Perang Teluk memicu benih-benih terorisme dengan serangan langsung terhadap Negeri Paman Sam.

Well guys, sebelum lebih jauh ngomongin sekelumit Perang Teluk, ada baiknya kita membahas latar belakang hingga penyelesaiannya berikut ini, yuk.

Latar Belakang

Masyarakat dunia terheran-heran begitu mendapati berita militer Irak melancarkan serangan darat dan udara untuk menguasai wilayah Kuwait pada 2 Agustus 1991.

Pasalnya, serangan tersebut mendadak malah di tengah kondisi mencair di kedua negara. Masyarakat internasional tentu mengecam invasi Irak ke Kuwait. Kecaman bahkan tertuju langsung terhadap sosok Saddam Hussein.

Invasi Irak terhadap Kuwait tidak terlepas dari peran besar Presiden, sekaligus Ketua Dewan Komando Revolusi, dan Sekretaris Jenderal Partai Baath, Saddam Hussein.

Meski melanggar prinsip-prinsip perdamaian dunia hasil kesepakatan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Saddam tetap tak urung niat untuk melancarkan serangan militer ke jantung Kuwait.

Invasi Irak tersebut, menurut Yussuf Solichien M dalam buku Saddam Hussein dan Kisah di Balik Perang Teluk 1990-1991, pada dasarnya terdapat empat masalah utama meliputi, masalah ekonomi dalam negeri Irak pasca-Perang Iran-Irak 1980-1988, masa lalu Irak, ambisi Saddam Hussein, dan kepentingan nasional Irak.

Masalah Ekonomi

Usai Perang Iran-Irak pada tahun 1988, pemerintah Irak mengalami kesulitan keuangan untuk memelihara dan mempertahankan kekuasaannya.

Perekonomian Irak kala itu sangat bergantung pada minyak, menyumbang sekira 95 persen devisa negara, menjadi sangat terpuruk karena harga minyak dunia di tahun 1989 jatuh di titik terendah.

Kenyataan tersebut membuat pendapatan negara dari sektor minyak merosot tajam, sehingga alokasi dana untuk kebutuhan biaya rekonstruksi besar akibat perang, membiayai angkatan bersenjata, serta memenuhi kebutuhan bahan makanan bagi rakyatnya, harus dipangkas besar-besaran.

Dalam situasi sulit, Presiden Saddam Hussein meminta organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) menaikkan harga minyak melalui pembatasan kuota bagi negara anggotanya.

Kepada Arab Saudi dan Kuwait, Saddam meminta agar kedua negara membebaskan utang negaranya sebesar 40 miliar dolar Amerika. Ia juga meminta kedua negara tersebut membantu Irak dalam upaya merekonstruksi perekonomiannya.

Namun, Arab Saudi dan Kuwait menolak. Jawaban tersebut tentu membuat Saddam Hussein marah dan mengancam kedua negara.

Pada pertengahan 1990, Presiden Saddam Hussein menyatakan apabila Arab Saudi dan Kuwait tidak memberikan bantuan ekonomi dan konsesi minyak, maka Irak akan menggunakan segala cara.

Saddam pun mengingatkan secara historis, sebelum dijajah Inggris, Kuwait merupakan bagian dari Irak.

Alasan Historis

Sang Presiden Irak menganggap Kuwait memiliki latar historis begitu kuat terhadap Irak. Sebelum kedatangan Inggris, Kuwait, menurut Saddam, merupakan bagian dari Provinsi Basrah di Irak Selatan.

Berdasarkan argumen tersebut, Saddam bersikeras untuk merebut kembali Kuwait dari tangan Sheikh Al Sabah. Saddam bahkan beranggapan Al Sabah merampas hak rakyat Irak. Dengan alasan historis, ditambah Kuwait tidak memiliki kesungguhan niat untuk membantu perekonomian Irak, maka Saddam merasa perlu untuk merebut kembali wilayah tersebut.

Ambisi Saddam

Kegagalan memperoleh dukungan ekonomi dari negara-negara Arab dijadikan Saddam untuk amunisi menggapai ambisinya menjadi Pemimpin Bangsa Arab. Tak heran, bila Saddam begitu berupaya meningkatkan pengaruhnya di kawasan Timur Tengah. Salah satunya, dengan invasi Irak ke Kuwait.

Benar saja, Saddam mengerahkan sekira 100.000 tentara, 2.000 tank, untuk menduduki Kuwait. Beberapa hari setelah invasi, pemerintah Irak mengumumkan pihaknya berhasil menganeksasi Kuwait.

Irak membentuk pemerintahan daerah Provinsi Kuwait dengan alasan tentara Irak didukung rakyat Kuwait untuk mempertahankan revolusi menentang penguasa keluarga Al-Sabah.

Aneksasi Irak terhadap Kuwait, menurut Saddam, merupakan puncak pencapaian tujuan dan kepentingan nasional Irak dalam meluruskan kekeliruan sejarah dari penjajahan Inggris di Kuwait.

Saddam sangat berharap tindakan aneksasi Irak mendapat dukungan negara-negara Teluk. Namun, kenyataannya, sebagian besar negara Teluk mengutuk tindakan Saddam. Kecuali, Yordania, Yaman, dan Palestina.

Kepentingan Nasional

Kecaman keras negara-negara Teluk terhadap invasi Irak terhadap Kuwait ditanggapi dingin Saddam Hussein. Ia menganggap Amerika Serikat berada di belakang Kuwait. Presiden Irak tersebut bahkan menganggap kehadiran tentara Irak justru untuk membebaskan rakyat Kuwait dari kungkungan rezim Al-Sabah dan Amerika.

Saddam pun bersedia menarik pasukan Irak asalkan Israel meninggalkan tanah Palestina. Selain berkepentingan membangun perekonomian, Irak melalui Saddam juga sangat berambisi agar negaranya tak begitu saja tunduk pada kekuatan Amerika Serikat.

Penegasan Saddam tentu membuat pihak Amerika naik pitam. Pemerintah Kuwait di Arab Saudi bahkan Arab Saudi nan terancam dengan gerak-gerik Saddam pun meminta bantuan Amerika untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Aksi Amerika

Dewan Keamanan PBB langsung melaksanakan sidang darurat begitu menerima kabar invasi Irak terhadap Kuwait. Hasil sidang berbuah Resolusi 660 DK PBB pada tanggal 2 Agustus 1990, berisi kecaman atas invasi Irak terhadap Kuwait dan memerintahkan agar Irak angkat kaki.

Pemerintah Irak tetap tak ambil pusing. Mereka tak berniat mundur sejengkal pun. PBB pun menanggapi aksi tersebut dengan embargo ekonomi dan perdagangan kepada Irak.

Tetap saja Irak bersikukuh. Gerak cepat DK PBB terhadap invasi Irak, menurut Yussuf Solichin, tak terlepas dari dorongan Amerika Serikat.

Amerika memiliki kepentingan di Timur Tengah, terutama pada Kuwait dan Arab Saudi menyangkut cadangan strategis minyaknya.

Lantaran tetap bergeming, DK PBB kemudian mengeluarkan mandat kepada negara anggotanya untuk menggunakan berbagai cara agar Irak dikeluarkan dari wilayah Kuwait.

Amerika lantas membangun kekuatan militer di kawasan Teluk. Operasi Tirai Gurun atau Operation Desert Shield dilakukan Amerika untuk melindungi Arab Saudi dari intervensi militer Irak.

Pasukan koalisi PBB kemudian melakukan aksi. Bantuan militer Eropa dan Asia turut ambil bagian untuk misi mengeluarkan Irak dari Kuwait. Pasukan Koalisi komando gabungan di bawah pimpinan Jenderal Norman Schwarzkopf serta Jenderal Collin Powell.

Pernyataan perang pun berkumandang setelah jalur diplomasi telah buntu. Operasi Badai Gurun pun dimulai tanggal 17 Januari 1991. Target utama Pasukan Koalisi menghancurkan kekuatan Angkatan Udara Irak dan pusat komando komunikasi. Pada 27 Februari 1991 Pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait.

Nah, Quipperian begitulah latar belakang mengapa Perang Teluk berlangsung. Gimana, apakah kamu jadi dapat pelajaran baru setelah membaca artikel ini? Kalau memang masih penasaran dengan sejarah-sejarah menarik seperti ini, kunjungi Quipper Blog, ya! Ada banyak artikel menarik lainnya yang pasti bikin kamu amazed juga. Jangan lupa belajar sejarah, gaes!

Penulis: Rahmat Ali

Lainya untuk Anda