Home » Mapel » Sejarah » Yuk, Kita Mengenal Lebih Dekat 5 Tokoh Pendiri Asean!

Yuk, Kita Mengenal Lebih Dekat 5 Tokoh Pendiri Asean!

Quipperian sempat ngeh enggak masih ada beberapa orang salah menulis bahkan menyebut Asian Games menjadi Asean Games? Keduanya memang mirip sih, secara cuma beda huruf I dan E.

Tapi, dua arti itu jadi beda banget lho, guys. Yang benar memang Asian Games atau Asiad dengan arti pesta olahraga negara-negara Asia tiap empat tahun sekali. Nah, tahun ini Indonesia jadi tuan rumahnya.

Sementara Asean Games itu sungguh-sungguh keliru, Quipperian. Di dalam sejarah sepertinya cuma ada istilah Asean, singkatan dari Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.

Asean apa sih movement-nya?

Asean pada dasarnya merupakan organisasi geopolitik dan ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Sejak berdiri di Bangkok pada 8 Agustus 1967, negara-negara berhimpun di Asean mencoba berfokus untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, pengembangan budaya, dan stabilitas di tingkat regional.

Sejarah mencatat, terdapat 5 negara menjadi inisiator pembentukan Asean, antara lain Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Lima menteri luar negeri masing-masing negara tersebut menandatangani Deklarasi Bangkok.

Nah, kalian tahu enggak siapa aja kelima menlu tersebut? Mungkin kalau cuma nama-namanya saja bisa dengan mudah kamu dapatkan via googling. Tapi biasanya informasi lengkap tiap-tiap tokoh tentu tak banyak diekspos. Kalau begitu, yuk, kepoin profil tokoh pendiri Asean di bawah ini.

1. Adam Malik

id.wikipedia.org

Tokoh pendiri Asean yang pertama adalah Adam Malik. “Si Kancil”, begitulah Adam Malik Batubara dijuluki kolega dan teman-temannya. Pria kelahiran Pematang Siantar, Sumatra Utara, 22 Juli 1917 ini merupakan putra pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis.

Sedari kecil kegemarannya menonton koboi. Ia amat senang adegan tembak-menembak di film tesebut. Ketika usianya bertambah, kecintaannya terhadap buku mulai tumbuh. Wawasannya pun bertambah saat kemahirann bahasa Belandanya mulai terasah di HIS.

Pengalaman di dunia politik kali pertamanya dimulai ketika aktif di Partindo Pematang Siantar. Ia bersama rekan seperjuangannya ikut mendorong perjuang merebut kemerdekaan.

Selain aktif beroganisasi, Adam Malik juga menulis di berbagai surat kabar. Ia pun tercatat berperan penting pada pendirian Kantor Berita Antara pada 1937, bersama Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna.

Setelah Jepang kalah dari Sekutu, Adam Malik bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, dikenal sebagai tokoh pemuda, melarikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa keduanya agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Seusai Indonesia merdeka, terutama saat pemerintahan Orde Baru, Adam Malik mendapat posisi strategis. Ia sering mendapat sematan sebagai Trio Soeharto-Sultan HB IX- Adam Malik.  

Sejak 1966 sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II atau Menlu ad Interim dan Menlu RI. Ia berada di berbagai perundingan penting sejak menjabat sebagai Menlu RI, mulai mendirikan ASEAN dan dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York.

Ia berada di puncak karier. Peranannya begitu strategis. Hingga sebuah penyakit merenggut kesibukannya. Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker liver. Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

2. Tun Abdul Razak

themalaysiantimes.com.my

Abdul Razak bin Hussein atau dikenal luas dengan sebutan Tun Abdul Razak merupakan anak sulung pasangan Hussein bin Mohd Taib dan istri pertamanya, Hajah Teh Fatimah binti Daud.

Sedari kecil, pria kelahiran Pulau Keladi, Pahang, Malaysia, pada 11 Maret 1922 ini tumbuh bersama kakeknya. Meski berasal dari keluarga aristokrat, Abdul Razak tetap diajarkan untuk rendah hati dan tidak boleh sombong.

Ia memilih berjalan tanpa alas kaki ke sekolah karena ia tidak ingin merasa terasing dari teman-temannya karena mereka tidak dapat membeli sepatu.

Pedoman hidup tersebut selalu dipegangnya erat sampai ke negeri orang. Abdul Razak sempat menempuh studi di Inggris. Ia menerima beasiswa untuk belajar hukum di London.

Sepulang dari Inggris, Razak mulai memasuki dunia politik dengan bergabung bersama UMNO atau United Malays National Organisation. Kelihaiannya berjejaring dan berkomunikas membawanya berada di pucuk tertinggi sebagai Ketua UMNO.

Melalui UMNO, Tun Razak berperang melawan Persatuan Malaya dan menuntut kemerdekaan dari Inggris. Setelah Malaysia merdeka tahun 1957, Tun Abdul Razak diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri.

Pada tahun 1970, Tunku Abdul Rahman Putra al-Haj mengundurkan diri dan Tun Abdul Razak bin Haji Dato ‘Hussein al-Haj menjadi Perdana Menteri ke-2 Malaysia.

Masa jabatannya sebagai Perdana Menteri membawa kemajuan dan pembangunan ke Malaysia, terutama di bidang-bidang seperti ekonomi pedesaan, hubungan internasional, pendidikan, dan persatuan.

Pada tahun 1969, Tun Abdul Razak didiagnosis terjangkit leukemia. Meski begitu, ia tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai Wakil Perdana Menteri dan kemudian Perdana Menteri Malaysia.

Penyakitnya itu memang sempat disembunyikan dari para kerabat dan kolega. Maut tak dapat dihindarkan. Pada 14 Januari 1976, Tun Abdul Razak meninggal di sebuah rumah sakit di London. Dia dimakamkan di Mausoleum Pahlawan (Makam Pahlawan), Masjid Negara, Kuala Lumpur di samping teman dekatnya, Tun Dr Ismail bin Abdul Rahman. Semoga ia beristirahat dalam damai.

3. Thanat Khoman

Thanat Khoman lahir di Bangkok, Thailand, pada 9 Februari 1914. Pria berdarah Thailand-Tiongkok tersebut sangat berjasa bagi pembukaan pangkalan militer Amerika Serikat di Thailand selama Perang Vietnam. Ia terkenal sebagai diplomat ulung.

Kemahirannya berdiplomasi terasah sejak dirinya menempuh studi di Assumption University di Bangkok pada tahun 1940, lalu melanjutkan studi untuk gelar Master Hukum di Universitas Bordeaux, dan menyelesaikan gelar doktor di Universitas Paris, Prancis.

Khoman kerap dipercaya sebagai duta besar di berbagai negara, mulai kedutaan Thailand di Tokyo, Washington DC, New Delhi dan New York.

Dari 1959 hingga 1971, ia menjadi Menteri Luar Negeri Thailand di dua kabinet berbeda. Ia pun menjadi anggota Komisi Hukum Internasional PBB.

“Dr. Thanat Khoman merupakan seorang negarawan dengan kemauan yang kuat, yang menjadikan misinya untuk melindungi kehormatan Thailand dengan kesabaran, toleransi, kesetiaan, kejujuran yang tak tergoyahkan, keberanian dan keanggunan,” tulis Amarin Khoman pada buku DR.Thanat Khoman: The Wit & Wisdom of The Leading Asean Founder.

Setelah tak lagi menjabat Menlu, Thanat Khoman masuk dunia politik. Ia menjadi Ketua Democtratic Party sampai tahun 1982. Ia meninggal pada 3 Maret 2016, dengan meninggalkan banyak warisan di bidang diplomasi Thailand.

4. Sinnathamby Rajaratnam

s-pores.com/

Sinnathamby Rajaratnam lahir pada 1915 di Jaffna, Sri Lanka. Ia tumbuh besar di Malaysia lantaran ayahnya berpindah kerja menjadi pengawas perkebunan karet. Rajaratnam beroleh pendidikan Eropa sedari kecil.

Ia mulai mengenal pendidikan politik saat kuliah Hukum di King’s College, London. Di sana, ia mengenal semangat anti-imperialisme dan sangat anti-Inggris.

Kuliahnya tak pernah selesai lantaran persoalan ekonomi. Raja lantas bekerja sebagai jurnalis. Pada tahun 1948, ia bergabung dengan Tribun Malaya.

Raja mulai meniti karier di dunia jurnalistik. Berpindah dari satu koran ke koran lain dan terakhir bekerja untuk The Straits Times.

Ia sempat bertemu dengan Lee Kuan Yew pada beberapa kesempatan untuk membahas kondisi politik Singapura di bawah Inggris. Raja memutuskan untuk aktif berpolitik dan mendirikan Partai Aksi Rakyat. Pada tahun 1959, ia mengundurkan diri dari The Straits Times untuk mencalonkan diri untuk kursi Majelis Legislatif Kampong Glam.

Raja dikenal sebagai tokoh anti-rasisme di Singapura. Ia turut menggelorakan gerakan, “Satu orang bersatu, tanpa memandang ras, bahasa atau agama.”

Di Kabinet, Rajaratnam menjabat sebagai Menteri Kebudayaan (1959), Menteri Luar Negeri (1965), Menteri Tenaga Kerja (1968-71) dan Wakil Perdana Menteri kedua (1973). Dia diangkat sebagai Menteri Senior pada 1988 setelah dia pensiun dari politik aktif.

5. Narciso Ramos

goodnewsfromindonesia.id

Tokoh pendiri Asean yang terakhir merupakan pria kelahiran Asingan, Pangasinan, Filipina, 11 November 1900. Narciso Ramos telah merasakan asam-garam dunia diplomasi dan parlemen.

Pada tahun 1934, Narciso Rueca Ramos terpilih sebagai wakil dari distrik kelima Pangasinan ke Legislatif Filipina ke-10. Kemahirannya tak diragukan lagi dan kembali terpilih di pemilu selanjutnya.

Setelah Filipina merdeka, Presiden Roxas menugaskannya bersama Duta Besar Joaquin Elizalde untuk mendirikan dinas luar negeri negara itu dan mengorganisasi kedutaan Filipina pertama di Washington DC, Amerika.

Dari situ, kariernya sebagai diplomat berlanjut. Ramos menjabat sebagai duta besar Filipina untuk Argentina dari tahun 1949 hingga 1956. Dan bertugas di banyak negara.

Setelah melanglang buana, Ramos kemudian meninggalkan layanan pemerintah pada tanggal 31 Desember 1968. Ramos menerima penghargaan Legion of Honor (pangkat komandan) dan Medali Perunggu Valor untuk jasanya sebagai gerilyawan dalam Perang Dunia Kedua. Kemudian, sebagai pengakuan atas prestasinya di Dinas Luar Negeri, ia diberi Ordo Sikatuna Award (pangkat datu). (*)

Quipperian, itulah profil kelima tokoh pendiri Asean. Apakah informasi di atas sudah cukup menghilangkan kekepoan kalian? Jangan lupa baca artikel-artikel menarik lainnya di Quipper Blog, ya!

Sumber foto:

Penulis: Rahmat Ali

Lainya untuk Anda